PENGARUH
SENAM ASMA TERHADAP PENINGKATAN VO2 MAKS PADA PEGAWAI INDUSTRI KIMIA
PROPOSAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma IV Fisioterapi
Disusun oleh :
FRANSISKAHARUM OKTAVIANA
P 27226012 031
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2013
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Anatomi fungsional paru
1.
Sistem
respirasi
Istilah pernapasan
yang lazim digunakan, mencakup dua proses pernapasan luar (eksterna), yaitu
penyerapan oksigen dan pengeluaran karbondioksida dari tubuh secara
keseluruhan; serta pernapasan dalam (interna) yaitu penggunaan oksigen dan
pembentukan karbondioksida oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-sel
tubuh dengan media cair sekitarnya. Sistem
pernapasan terdiri dari organ pertukaran gas (paru) dan sebuah pompa ventilasi
paru. Pompa ventilasi itu terdiri atas dinding dada, otot-otot pernapasan, yang
memperbesar dan memperkecil ukuran rongga dada; pusat pernapasan di otak yang
mengendalikan otot pernapasan; serta jaras dan saraf yang menghubungkan pusat
pernapasan dengan otot pernapasan.
Pada keadaan
istirahat, frekuensi pernapasan manusia normal berkisar antara 12-15 kali
permenit. Satu kali bernapas, sekitar 500 ml udara, atau 6-8 ml udara permenit
dimasukkan dan dikeluarkan dari paru-paru. Udara ini akan bercampur dengan gas
yang terdapat dalam alveoli, dan selanjutnya oksigen masuk ke dalam darah di
kapiler paru, sedangkan karbondioksida masuk ke dalam alveoli, melalui proses
difusi sederhana. Dengan cara ini, 250 ml oksigen per menit masuk ke dalam tubuh
dan 200 ml karbondioksida akan dikeluarkan.
2. Saluran udara
Setelah melalui
saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan dihangatkan dan dilembabkan
dengan uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui bronkiolus,
bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris sampai ke alveoli.
Antara trakea dan
sakus alveolaris terdapat 23 kali percabangan saluran udara. Enam belas
percabangan pertama saluran udara merupakan zona konduksi yang menyalurkan
udara dari dan ke lingkungan luar. Bagian ini terdiri dari bronkus, bronkiolus
dan bronkiolus terminalis. Tujuh percabangan berikutnya merupakan zona
peralihan dan zona respirasi, tempat terjadinya pertukaran gas, dan terdiri
dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Adanya
percabangan udara saluran majemuk ini sangat meningkatkan luas total penampang
melintang saluran udara dari 2,5 cm2 di
trakea menjadi 11.800 cm2 di alveoli. Akibatnya, kecepatan aliran udara di
dalam saluran udara kecil dan sangat menurun mencapai nilai yang rendah.
Tiap alveolus
dikelilingi oleh pembuluh darah kapiler paru. Pada sebagian besar tempat, udara
dan darah dipisahkan hanya oleh epitel alveoli dan endotel kapiler, jadi jarak
yang memisahkan keduanya adalah sekitar 0,5 µm. pada manusia didapatkan tiga
ratus juta alveoli, dan luas keseluruhan dinding alveoli yang berhubungan
dengan pembuluh kapiler dalam kedua paru sekitar 70 m2.
Tiap alveolus
dilapisi oleh dua jenis sel epitel. Sel tipe I merupakan sel gepeng yang
memiliki perluasan sitoplasma yang besar dan merupakan sel pelapis utama. Sel
tipe II (pneumosit glanular) lebih tebal dan mengandung banyak badan inklusi
lamellar. Sel – sel ini
mensekresi surfaktan (Ganong, 1992).
Gambar 2.1
Sistem respirasi (Campbell et al, 1999)
3.
Mekanika
pernapasan
Paru dan dinding
dada adalah struktur elastik. Pada keadaan normal, hanya ditemukan selapis
tipis cairan diantara diantara paru dan dinding dada. Paru dengan mudah dapat
bergeser sepanjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan, seperti halnya
dua lempeng kaca yang direkatkan dengan air dapat digeser tetapi tidak dapat
dipisahkan. Tekanan dalam ruang antara paru dan dinding dada (tekanan pleura)
bersifat subatmosferik. Pada saat kelahiran, jaringan paru dikembangkan
sehingga teregang, dan pada akhir ekspirasi tenang, kecenderungan daya recoil
jaringan paru untuk menjauhi dinding dada diimbangi oleh daya rekoil dinding
dada ke arah berlawanan. Apabila dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan
apabila paru kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk
gentong (barrel shaped).
Inspirasi merupakan
proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume
intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai
normal sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal
inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru semakin teregang. Tekanan di dalam
saluran udara menjadi sedikit lebih negative, dan udara mengalir ke dalam paru.
Pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali
kekedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil
jaringan paru dan dinding dada. Tekanan dalam saluran udara menjadi sedikit
lebih positif dan udara mengalir meninggalkan paru.selama pernapasan tenang,
ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk
menurunkan volume intratorakal. Namun, pada awal ekspirasi, masih terdapat
kontraksi ringan otot inspirasi.
Pada inspirasi
kuat, tekanan intrapleura turun mencapai -30 mmHg, menimbulkan pengembangan
jaringan paru yang lebih besar. Apabila
ventilasi meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan
melalui kontraksi aktif otot-otot ekspirasi yang menurunkan volume
intratorakal.
4.
Otot
– otot pernapasan
a.
Otot
– otot inspirasi:
Gerakan diafragma
menyebabkan perubahan volume intratorakal sebesar 75% selama inspirasi tenang.
Otot diafragma melekat di sekelilinh bagian dasar rongga thoraks, membentuk
kubah di atas hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat
berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm
saat inspirasi.
Muskulus
interkostalis internus, yang berjalan dari iga ke iga secara miring ke arah
bawah ke depan. Iga-iga berputar seolah-olah bersendi di bagian punggung,
sehingga ketika otot interkostalis eksternus berkontraksi, iga-iga di bawahnya
akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar
diameter anteroposterior rongga dada. Diameter transversal juga membesar,
tetapi dalam derajat yang lebih kecil. Setiap otot interkostalis eksternus
ataupun diafragma dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat pada keadaan
istirahat.
Muskulus skaleneus
dan sternokleidomastoideus di leher merupakan otot-otot inspirasi tambahan yang
ikut membantu mengangkat rongga dada pada pernapasan yang sukar dan dalam.
b.
Otot
– otot ekspirasi:
Apabila otot
ekspirasi berkontraksi, volume intratoraks menurun dan terjadi ekspirasi paksa.
Kemampuan ini dimiliki oleh otot-otot interkostalis internus karena otot-otot
ini berjalan miring kearah bawah dan belakang dari iga ke iga, sehingga pada
waktu berkontraksi akan menarik rongga bawah dada ke bawah. Kontraksi otot
dinding abdomen anterior juga ikut membantu proses ekspirasi dengan cara
menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta dengan meningkatkan tekanan intra abdominal
yang akan mendorong diafragma ke atas (Ganong, 1992).
Gambar
2.2
Otot
– otot Inspirasi dan ekspirasi (Sherwood, 2001)
Tabel dibawah ini menunjukkan otot-otot
pernapasan beserta fungsi dan mekanisme kerjanya:
TABEL 2.1
Otot-otot pernapasan
Fungsi
|
Otot
|
Hasil
Kontraksi Otot
|
Waktu
Stimulasi untuk Kontraksi
|
Inspirasi
|
Diafragma
|
Bergerak turun, meningkatkan dimensi vertikal rongga toraks
|
Setiap inspirasi, otot primer inspirasi
|
Otot antar iga eksternal
|
Mengangkat iga
ke arah depan dan ke arah luar, memperbesar rongga toraks dalam dimensi depan
ke belakang dan sisi ke sisi
|
Setiap
inspirasi, berperan komplementer sekunder
terhadap aksi primer diafragma
|
|
Otot-otot leher (skaleneus, sternokleidomastoideus)
|
Mengangkat sternum dan dua iga pertama, memperbesar bagian atas rongga toraks
|
Hanya pada saat inspirasi paksa, otot inspirasi tambahan
|
|
Ekspirasi
|
Otot-otot
abdomen
|
Meningkatkan
tekanan intra abdomen, yang menimbulkan gaya ke atas pada diafragma untuk
mengurangi dimensi vertikal rongga
toraks
|
Hanya pada saat ekspirasi aktif (paksa)
|
Otot-otot antar iga
internal
|
Mendatarkan
toraks dengan menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam, menurunkan ukuran depan belakang
dan samping rongga toraks
|
Hanya sewaktu ekspirasi aktif (paksa)
|
Sumber: Sherwood,
2001
5. Volume dan kapasitas paru normal
Berikut ini adalah nilai volume paru normal yang dimiliki manusia. (1) Tidal
Volume (TV). Volume udara yang masuk atau keluar paru-paru selama satu kali
bernapas. Nilai rata-rata dalam keadaan istirahat = 500 ml. (2) Volume Cadangan
Inspirasi (VCI). Volume tambahan yang dapat secara maksimal dihirup melebihi
tidal volume istirahat. VCI dihasilkan oleh kontraksi maksimum diafragma otot
antar iga eksternal dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-ratanya = 3500 ml.
(3) Volume Cadangan Ekspirasi (VCE). Expiratory
reserve volume. Volume tambahan udara yang dapat secara aktif dikeluarkan
oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan
secara pasif pada akhir tidal volume biasa. Nilai rata-rata = 1000 ml.
(4) Volume Residual (VR). Volume minimum udara yang
tersisa di paru bahkan setelah ekspirasi maksimum. Nilai rata-rata = 1200 ml.
Berikut ini
adalah nilai kapasitas paru normal yang terdapat pada manusia. (1) Kapasitas
Inspirasi (KI). Volume maksimum udara yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi
normal tenang (KI = VCI + TV). Nilai rata-rata
= 3500 ml. (2) Kapasitas Residual Fungsional (KRF). Volume
udara di paru pada akhir ekspirasi pasir normal (KRF = VCE + VR). Nilai rata-rata
= 2200 ml. (2) Kapasitas Vital (KV) volume maksimal udara yang dapat dikeluarkan
selama satu kali bernapas setelah inspirasi maksimum. Subyek mula-mula
melakukan ekspirasi maksimum kemudian melakukan inspirasi maksimum (KV = VCI +
TV + VCT). Nilai rata-rata =
4500 ml. (3) Kapasitas Paru Total (KPT). Volume udara maksimal yang
dapat ditampung oleh paru-paru (KPT = KV + VR). Nilai rata – rata = 5700 ml.
(4) Volume Ekspirasi
Paksa dalam satu detik (Forced Expiratory Volume). Volume udara yang dapat di ekspirasi
selama detik pertama ekspirasi dalam menentukan KV. Biasanya Forced Expiratory Volume (FEV) sekitar
80% yaitu dalam keadaan normal 80% udara yang dapat dipaksa keluar dari paru-paru
yang mengembang maksimum dapat dikeluarkan dalam 1 detik pertama.
Manfaat pengukuran volume dan kapasitas
paru adalah sebagai petunjuk untuk mengetahui berbagai penyakit saluran
pernapasan (Sherwood, 2001).
Gambar 2.3
Kadar volume dan kapasitas paru manusia normal
(Ganong, 1992)
- VO2 maksimal
1.
Definisi
VO2
(pemakaian oksigen) merupakan ukuran dari volume oksigen yang digunakan tubuh
kita untuk mengubah energi dari makanan ke energi molekuler yang disebut Adenosin Triphosphat (ATP) yang
digunakan tubuh pada tingkat sel. VO2 maksimal
(konsumsi oksigen maksimum) adalah volume oksigen maksimal yang dapat dicapai
oleh seseorang.
VO2 dan VO2
maksimal sangat dibutuhkan saat melakukan latihan karena kedua hal tersebut
yang menentukan kemampuan tubuh dalam menghasilkan ATP dan ATP adalah sumber
energi yang membuat otot tetap bekerja selama melakukan aktivitas dan latihan.
Selama melakukan aerobic atau latihan
yang mempengaruhi daya tahan, seiring dengan meningkatnya intensitas latihan
volume oksigen juga akan meningkat. Dengan peningkatan intensitas volume
oksigen secara terus menerus maka seseorang akan dapat mencapai konsumsi
oksigen secara maksimal. Hal inilah yang disebut dengan konsumsi oksigen secara
maksimal (Plowman; Smith 2003).
Konsumsi oksigen maksimum
bergantung pada tiga sistem. Sistem pernapasan penting untuk ventilasi dan
pertukaran oksigen serta karbondioksida antara udara dan darah di paru. Sistem
sirkulasi diperlukan untuk menyalurkan oksigen ke otot yang bekerja. Akhirnya,
otot-otot harus memiliki enzim-enzim oksidatif untuk memakai oksigen yang
disampaikan kepada mereka.
Olahraga aerobik
yang teratur dapat meningkatkan VO2 maksimal dengan membuat jantung
dan sistem pernapasan lebih efisien, sehingga penyaluran oksigen ke otot yang
aktif lebih banyak. Otot yang berolahraga itu sendiri menjadi semakin mampu
menggunakan oksigen yang disalurkan kepada mereka. Jumlah kapiler fungsional
meningkat, demikian juga jumlah dan ukuran mitokondria,
yang mengandung enzim-enzim oksidatif (Sherwood, 2001).
Tingkat Kebugaran
dapat diukur dari volume seseorang dalam mengkonsumsi oksigen saat latihan pada
volume dan kapasitas maksimum. Kelelahan yang dirasakan akan menyebabkan
turunnya konsentrasi sehingga tanpa konsentrasi yang prima terhadap suatu
permainan, sudah hampir dipastikan kegagalan yang akan diterima. Cepat atau
lambatnya kelelahan seseorang dapat diperkirakan dari kapasitas aerobik yang
kurang baik.
Kapasitas aerobik
menunjukkan kapasitas maksimal oksigen yang dipergunakan oleh tubuh (VO2
maksimal). Dan seperti kita
tahu, oksigen merupakan bahan bakar tubuh kita. Oksigen dibutuhkan oleh otot
dalam melakukan setiap aktivitas berat maupun ringan. Dan semakin banyak
oksigen yang diasup/diserap oleh tubuh menunjukkan semakin baik kinerja otot
dalam bekerja sehingga zat sisa-sisa yang menyebabkan kelelahan jumlahnya akan
semakin sedikit. VO2
maksimal diukur dalam banyaknya oksigen dalam liter per menit (l/min) atau
banyaknya oksigen dalam mililiter per berat badan dalam kilogram per menit
(ml/kg/min). Tentu, semakin tinggi VO2 maksimal, yang bersangkutan
juga akan memiliki daya tahan dan stamina yang istimewa (Zudine, 2009).
Kekuatan aerobik maksimal, VO2 maksimal, adalah pengukuran yang
diperoleh dari kapasitas sistem kardiovaskuler dalam mengalirkan darah ke otot-otot
besar yang dilibatkan atau terlibat dalam kerja atau latihan secara dinamis.
Program latihan daya tahan yang dapat meningkatkan VO2 maksimal
dapat dilakukan selama 15-60 menit. Latihan yang dilakukan selama 2-3 bulan
dapat meningkatkan VO2 maksimal sebesar 15% (Powers et al, 1990).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar VO2
maksimal pada tubuh menurut Wiesseman yang dikutip oleh Kuntaraf (1992):
a. . Jenis kelamin
Setelah
masa pubertas wanita dalam usianya yang sama dengan pria umumnya mempunyai
konsumsi oksigen maksimal yang lebih rendah dari pria.
b. Usia
Setelah
usia
20-an VO2 maksimal menurun dengan perlahan-lahan. Dalam usia 55 tahun, VO2 maksimal lebih kurang 27% lebih
rendah dari usia 25 tahun. Dengan sendirinya hal ini berbeda dari
satu dengan orang yang lain. Mereka yang mempunyai banyak kegiatan VO2 maksimal akan menurun
secara perlahan.
c. Keturunan
Seseorang
mempunyai potensi yang lebih besar dari orang lain untuk mengkonsumsi oksigen
yang lebih tinggi dan mempunyai suplai pembuluh darah kapiler yang lebih baik
terhadap otot-otot, mempunyai kapasitas paru-paru yang lebih besar, dapat
mensuplai haemoglobin dan sel darah merah
yang lebih banyak serta jantung yang lebih kuat. Dilaporkan bahwa konsumsi oksigen maksimum bagi
mereka yang kembar identik sangat sama.
d. Komposisi tubuh
Walaupun
VO2 maksimal dinyatakan dalam beberapa mililiter oksigen yang dikonsumsi per kilogram
berat badan, perbedaan komposisi tubuh seseorang menyebabkan konsumsi yang
berbeda. Misalnya tubuh mereka yang mempunyai lemak dengan persentasi tinggi
mempunyai konsumsi oksigen maksimum yang lebih rendah. Bila tubuh berotot kuat, VO2 maksimal
akan lebih
tinggi.
Sebab itu, jika dapat mengurangi lemak dalam tubuh, konsumsi oksigen maksimal dapat bertambah tanpa tambahan latihan.
e. Latihan/olahraga
Kita
dapat
memperbaiki
VO2 maksimal dengan olahraga atau latihan. Dengan latihan daya tahan yang sistematis, akan memperbaiki
konsumsi oksigen maksimal dari 5% sampai 25%. Proses berlatih yang dilakukan
secara teratur,
terencana berulang-ulang dan semakin lama semakin bertambah bebannya, serta
dimulai dari yang sederhana ke yang lebih kompleks (Sistematis dan Metodis).
Penelitian menunjukkan bahwa laki-laki usia 65-74 tahun dapat meningkatkan VO2
maksimal sekitar 18% setelah berolahraga secara teratur selama 6 bulan (Wiesseman, dalam Kuntaraf, 1992).
TABEL
2.2
Klasifikasi VO2 maksimal normal
Gender
|
Age
|
Excellent
|
Very
Good
|
Good
|
Average
|
Fair
|
Poor
|
Very
Poor
|
Male
|
18-20
|
>63
|
62-57
|
56-51
|
50-46
|
45-39
|
38-33
|
<33
|
21-25
|
>62
|
62-56
|
55-51
|
50-45
|
44-38
|
37-32
|
<32
|
|
26-30
|
>59
|
59-55
|
54-48
|
47-42
|
41-36
|
35-30
|
<30
|
|
Female
|
18-20
|
>53
|
53-48
|
47-43
|
42-38
|
37-33
|
32-28
|
<28
|
21-25
|
>50
|
50-46
|
45-42
|
41-36
|
35-33
|
31-27
|
<27
|
|
26-30
|
>48
|
48-44
|
43-40
|
39-35
|
34-31
|
30-26
|
<26
|
Sumber: Shvartz; Reibold, 1990
2. Pengukuran
VO2 maks
Dalam hal ini pengukuran
menggunakan 12 minutes run/walk test menurut Cooper, karena subyek
dalam penelitian ini adalah subyek sehat dan tes tersebut cocok digunakan untuk
subyek sehat dari segala usia baik dewasa muda atau dewasa tua. 12 minutes run/walk tes adalah salah satu alat pengukuran yang digunakan untuk
mengidentifikasikan kapasitas maksimum oksigen seseorang selama melakukan
latihan. Pengukuran tersebut dapat menunjukkan berapa liter oksigen yang dapat
dihantarkan supaya otot dapat bekerja dengan baik tiap menitnya. Tujuan dari
tes ini adalah untuk menentukan tingkat kebugaran seseorang dan kemampuan
seseorang untuk memanfaatkan oksigen dalam melakukan suatu kegiatan. Tes ini dapat disesuaikan dengan kemampuan subyek.
12 minutes run/walk test menurut Cooper menginstruksikan kepada subyek untuk
berlari atau berjalan sejauh yang mereka bisa selama 12 menit. Tes ini
dilakukan di dalam trak yang telah disediakan dan ditandai sebelumnya.
Validitas dari tes ini menunjukkan coeficient
corelation sebesar 0,90 (r = 0,90). Reliabilitas dari tes ini tergantung
pada seringnya subyek melakukan olahraga dan kelincahan subyek tersebut.
Keuntungan dari tes ini adalah tidak memerlukan biaya yang banyak dan dapat
dilakukan dalam kelompok besar sekaligus serta mudah untuk dilaksanakan
(Cooper,1968).
Rumus VO2
maks = (22,351xjarak(km))-11,288
r=0,90
|
Gambar 2.4
Rumus VO2
maksimal (Cooper, 1968)
- Lingkungan kerja dan penyakit paru akibat kerja
1. Lingkungan kerja
Kesehatan
lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang
optimal pula. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu
usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar
merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia
yang hidup di dalamnya (Notoatmodjo, 2007).
Setiap perusahaan
mempunyai dampak atas lingkungan beradanya perusahaan tersebut. Selama
bertahun-tahun sejak revolusi industri para pengusaha tidak mempedulikan kerusakan
atau dampak negatif terhadap lingkungan dan nilai-nilai ambang batas wajib
diketahui oleh setiap manajer. Salah satu kewajiban sosial pengusaha adalah
melestarikan keadaan lingkungan perusahaannya sebaik mungkin. Salah satu dampak
negatif perusahaan atas lingkungannya adalah pencemaran air (sungai, danau,
laut), tanah, udara. Pencemaran air kebanyakan berasal dari ampas bahan baku
yang diolah seperti ampas kelapa sawit (sludge),
bahan buangan yang merupakan limbah industri misalnya larutan kimia, pewarna,
dan produk-produk yang rusak. Pencemaran udara terdiri dari asap cerobong pabrik,
awan (smog), asap, debu, gas, uap,
dan kebisingan/getaran. Pencemaran tanah yang paling umum adalah bahan buangan
industri, sampah padat seperti ampas radio aktif, pestisida, dan ampas
penyaringan limbah industri (Silalahi, 1991).
Dalam dunia
pekerjaan segala kendala kerja harus dielakkan, sementara produktivitas optimal
merupakan idaman setiap manajer karena dengan demikian sasaran keuntungan akan
dicapai. Salah satu kendala dalam proses kerja adalah penyakit. Mangkir karena
urusan pribadi dapat diatasi dengan relatif mudah. Akan tetapi tidak masuk
kerja karena penyakit membawa dua kali lipat kerugian bagi perusahaan: kerugian
dalam waktu kerja dalam biaya untuk mengatasi penyakit tersebut. Bagi setiap
pengusaha, pencegahan jauh lebih menguntungkan daripada penanggulangan
(Silalahi, 1991).
Kehidupan bisnis
modern menuntut stamina yang prima dari para pelakunya, karena mereka harus
bekerja dengan ritme kerja yang cepat, jadwal yang ketat dan tidak teratur,
perubahan rencana yang tidak terduga, dan jam kerja yang panjang. Situasi dan
kondisi kerja semacam ini menimbulkan stress kerja yang mengakibatkan berbagai
penyakit. Penyakit tersebut membutuhkan waktu penyembuhan yang lama dan biaya
yang tidak sedikit. Selain itu penderita juga terpaksa tidak masuk kerja,
sehingga kerugian akan diderita oleh karyawan maupun perusahaan yaitu pemasukan
berkurang dan pengeluaran bertambah. Program kebugaran jasmani selain akan
meningkatkan status kebugaran, juga akan menambah semangat kerja, mencegah
berbagai penyakit, menghilangkan ketegangan, menambah ras percaya diri,
membentuk jiwa sportif, mengajarkan sifat sabar, gembira, dan melatih
konsentrasi. Sudah sejak lama industri di Jepang menyadari hal tersebut. Untuk
memelihara kesehatan karyawan, diadakan acara berhenti kerja untuk senam (excercise break) dengan diiringi musik
dan dilakukan pada jam kerja (Kushartanti, 2009).
Negara bagian Texas mengeluarkan undang-undang tentang State
Employ Health Fitness and Education pada tahun 1983. Undang-undang ini dibuat dengan tujuan: (1) Mengurangi
biaya pemeliharaan kesehatan yang selalu meningkat, (2) mengurangi jumlah
karyawan yang absent dari pekerjaan, (3) mengurangi ketidakmampuan (cedera) dan
biaya kompensasinya, (4) meningkatkan semangat kerja karyawan dan produktivitas
(Haydon, 1986).
2.
Penyakit paru akibat
kerja di industri kimia
Penyakit paru akibat kerja adalah setiap
penyakit yang disebabkan oleh material berbahaya dalam pekerjaan atau
lingkungan kerja yang membawa dampak besar terhadap kesehatan pekerja terutama
paru. Penyakit ini artefisial oleh
karena timbulnya disebabkan oleh adanya pekerjaan. Kepadanya sering diberikan
nama penyakit buatan manusia (man made disease). Faktor resiko penyakit paru di
tempat kerja bersumber dari bahan baku, bahan sampingan proses produksi, produk
atau limbah. Material berbahaya bagi kesehatan paru dapat berupa debu/partikel,
gas, uap, atau fume. Gejalanya dapat
bervariasi mulai batuk sampai sesak dan
tidak dapat bernapas dapat ditemui pada penyakit paru akibat kerja jika paparan
melalui inhalasi udara di tempat kerja tidak dikendalikan (Kurniawidjaja,
2010).
Berbagai partikel kimia bisa menyebabkan
kerusakan pada paru – paru secara meluas dan berlanjut. Partikel yang mempunyai
ukuran kurang dari 2,5 mikrometer dapat menyebabkan masalah paru – paru.
Berikut ini adalah beberapa senyawa kimia dan penyakit yang dapat menimbulkan
masalah pada paru – paru di kebanyakan industri kimia.
a. Asma akibat kerja
Asma ini dapat
disebabkan oleh berbagai jenis debu, gas, fume
baik yang dapat menyebabkan reaksi segera atau tipe lambat. Yang pertama dapat
berlangsung beberapa menit setelah terpajan dan yang kedua baru berlanjut
setelah empat sampai dua puluh empat jam (biasanya empat sampai delapan jam).
Beberapa orang mengalami kombinasi antara efek segera dan lambat. Daftar
alergen yang berpotensi mengganggu paru sangat panjang. Beberapa yang penting
adalah debu gabah, tepung, hops, termasuk di dalamnya beberapa senyawa kimia
yang berbahaya (Harrington, Gill, 1995).
b.
Bronchitis Obliterans
Merupakan radang paru yang bersifat
obstruktif pada paru yang terletak pada bronchioles. Bronchiol menjadi
mengkerut atau mengecil karena radang yang ditimbulkan akibat senyawa kimia
tersebut. Penyakit inidapat disebabkan oleh seringnya bernapas pada area yang
terpapar senyawa kimia secara berkelanjutan (Mosenifar, 2013).
c. Formalin / formaldehid
Formalin adalah bentuk yang paling
sederhana dari aldehid yang dapat dibentuk oleh tiga rantai senyawa kimia dari
trioxan dan polymer paraformaldehid. Paparan penyakit paru akibat formaldehid
di tempat kerja disebabkan oleh zat sisa dan gas yang terhirup. Cara zat
tersebut bisa masuk kedalam tubuh adalah dengan respirasi. Dapat menyebabkan
astma bronchial jika terpapar dalam dosis yang cukup banyak dan dalam waktu
yang lama. Seperti pada pegawai industri kimia. Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Binawara et.al menunjukkan bahwa terdapat penurunan nilai –
nilai fungsional paru seperti FVC, FEV, dan PEFR secara signifikan setelah
terpapar oleh formaldehid (p<0,0001) (Binawara et al, 2010).
d. Hydrogen chloride (HCL)
Dalam hal ini sisten pernapasan adalah
hal pertama yang mudah terpapar oleh senyawa HCL. Paparan HCL sebesar 5 ppm
dapat menyebabkan iritasi pada system pernapasan dan peradangan pada paru.
Penyakit pernapasan seperti chemical pnemonitis dan bengkak pada paru juga dapat
terjadi. Jika terlalu sering menghirup HCL juga dapat menyebabkan Reactive
Airways Dysfunction Syndrome (RADS) yang termasuk dalam chemical induced asma
(Health Protection Agency, 2007).
e. H2SO4
Gas dan fume yang dihasilkan dapat menyebabkan iritasi pada pernapasan atas
dan bengkak pada paru. Paparan yang
rendah, kurang dari 10% dapat menyebabkan iritasi pada jaringan – jaringan
pernapasan. Paparan tersebut dapat menimbulkan batuk, bersin, bronchospasm,
dyspnea, dan bengkak pada paru. Menurut penelitian terpapar dalam waktu 30
menit dapat menurunkan FEV sebesar 6% (p<0,05) (Koenig et al, 1989).
f. Chemical
pneumonitis
Chemical
Pneumonitis adalah komplikasi yang terjadi terjadi akibat dari menghirup gas
dan fume yang beracun yang melibatkan saluran pernapasan atas dan paru. Dapat
disebabkan oleh partikel – partikel beracun yang terhirup dan dapat
mempengaruhi impermiabilitas dari alveoli kapiler. Jika sirkulasi udara dalam
alveoli tidak terjadi secara sempurna dapat menyebabkan pembengkakan dan ketidakselarasan
dari pertukaran gas yang terjadi pada paru. Proses tersebut dapat menyebabkan
infiltrasi alveoli sampai mengakibatkan kerusakan pada alveoli. Tingkat
keparahan dari pembengkakan paru yang meluas dapat terjadi dalam periode waktu
tertentu dan tergantung dari banyaknya fume atau gas beracun yang terhirup
(Jegan et al, 2011).
g. Bissinosis
Gangguan ini
dianggap oleh banyak kalangan sebagai asma akibat kerja. Namun kondisi ini
sebenarnya lebih luas dan lebih rumit daripada asma akibat kerja. Pada orang
yang rentan pajanan debu kapas, sisal, atau serat dapat menyebabkan sesak napas
akut dengan batuk dan obstruksi saluran napas reversibel. Gejala ini dirasakan pertama kali pada hari pertama,
minggu pertama kerja kemudian mereda. Dengan berlanjutnya pemajanan, gejala
kambuh pada beberapa hari di minggu selanjutnya, bahkan pada akhir minggu dan
hari libur pun tidak bebas dari gejala. Merokok membuat kambuh penyakit dan
meskipun terjadi obstruksi pernapasan sementara yang dapat memperparah bahkan
membunuh pasien.
h. Pnemokinosis
Sekumpulan penyakit
yang disebabkan oleh penimbunan debu-debu di dalam jaringan paru-paru. Biasanya
berupa debu mineral. Tergantung dari jenis debu mineral yang ditimbun. Ketika
benapas, udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru-paru. Tidak semua debu
dapat menimbun dalam jaringan paru-paru, karena tergantung besar dan ukuran
debu tersebut. Debu-debu yang berukuran 10 mikron akan ditahan oleh jalan napas
bagian atas, sedangkan yang berukuran 3 sampai 5 mikron ditahan bagian tengah
jalan napas. Partikel-partikel yang berukuran 1 sampai 3 mikron akan
ditempatkan langsung dipermukaan jaringan dalam paru-paru. Secara umum
gejala-gejalanya antara lain batuk-batuk kering, sesak napas, kelelahan umum,
berat badan turun, dan lain-lain (Anies, 2005).
Penyakit tersebut
diatas adalah penyakit paru yang biasa diderita oleh pegawai industri kimia
yang setiap hari terpapar oleh debu, gas dan fume dari senyawa kimia berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan
paru-paru, yang dapat mempengaruhi kapasitas volume oksigen serta fungsi paru-paru.
D. Senam
asma
1.
Definisi
Senam merupakan
suatu program olahraga untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada tubuh guna
mendapatkan perubahan optimal sesuai dengan yang diharapkan (Kushartanti, 2009). Asma adalah kelainan
berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan
hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala
episodik, berulang berupa batuk, mengi, sesak napas, dan rasa berat di dada
terutama pada malam atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik atau tanpa pengobatan (Kemenkes, 2008). Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa senam asma adalah program olahraga
yang dirancang untuk penderita asma guna mendapatkan perubahan yang optimal
sesuai dengan yang diharapkan.
Senam asma merupakan salah satu pilihan olahraga
yang tepat bagi penderita asma karena senam asma bermanfaat untuk meningkatkan
kesegaran jasmani dan meningkatkan kemampuan bernapas. Senam asma juga
merupakan salah satu penunjang pengobatan asma, karena keberhasilan pengobatan
asma yang tidak hanya ditentukan oleh obat yang dikonsumsi, namun juga faktor
gizi dan olahraga. Ada beberapa tujuan dalam senam asma, antara lain melatih
cara bernapas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot pernapasan, melatih
ekspektoratif yang efektif, meningkatkan sirkulasi, kualitas hidup yang baik
(Yunus et al, 2003). Ditinjau dari manfaat dan tujuannya, senam asma dapat
dikategorikan sebagai olahraga yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
kesehatan dan kebugaran bagi pegawai industri kimia.
2.
Rangkaian
senam asma
Rangkaian senam
asma terbagi dalam beberapa bagian, yaitu:
a. Pemanasan
Pemanasan merupakan
gerakan awal dengan tujuan mempersiapkan otot-otot, sendi-sendi, jantung dan
paru dalam keadaan siap untuk melakukan gerakan lebih lanjut. Gerakan ini
adalah termasuk Free Active Excercise
yang dimulai dari proksimal ke distal selama 3 sampai 5 menit.
Prinsip pemanasan
adalah: (1) Gerakan bebas tanpa beban ataupun bantuan, (2) melibatkan seluruh
tubuh, (3) dimulai dari proksimal ke distal, (4) lamanya tidak lebih dari 15
menit, (4) sebaiknya setiap gerakan mencapai full Range Of Motion, terutama bila gerakan lebih lanjut termasuk
latihan yang berat, (5) kecepatan gerak natural / netral lebih kurang dengan
ritme 120 beat / menit.
b. Peregangan
Jaringan tubuh kita
terutama pada otot-ototnya terbentuk dari serat-serat halus (myofibril) yang dalam keadaan istirahat
lama sering mengalami perlengketan satu sama lain (crosslink), dan dalam keadaan demikian jika langsung dilakukan
gerakan kemungkinan besar akan merusak crosslink
tersebut. Karena itu untuk melepaskan perlengketan tadi setelah dilakukan
pemanasan kemudian dilakukan peregangan/penguluran. Dengan demikian otot-otot
sudah dapat melakukan gerakan yang memerlukan penguluran, sendi-sendi sudah
menjadi lebih longgar, siap melakukan gerakan yang lebih keras dan memerlukan
ruang gerak yang maksimal.
Prinsip peregangan
adalah sebagai berikut: (1) Sendi-sendi yang diregang mulai dari proksimal
(dari lengan badan kemudian tungkai), (2) gerakan sampai terasa ada tarikan
(ketegangan) kemudian ditahan sampai hitungan ke empat dan dikendorkan lagi
pelan-pelan kembali ke posisi awal, (3) kecepatan gerak lebih kurang dengan
irama 80 beat/menit.
c. Gerakan inti A
Sesuai dengan
problem asma, dimana mereka mengalami kesulitan dalam ekspirasi maka disiplin
gerakan yang dapat dikombinasikan dengan irama pernapasan.
Pernapasan yang
baik adalah: (1) Inspirasi melalui hidung, (2) ekspirasi melalui mulut atau
berdesis, (3) waktu ekspirasi harus lebih panjang dari pada waktu inspirasi.
Paling sedikit 2:1. Jadi misalnya inspirasi sama dengan 2 detik, maka ekspirasi
paling sedikit 4 detik, (4) mengikuti mekanisme pernapasan, yaitu pernapasan
dada dan pernapasan diafragma.
Gerakan Inti A
merupakan ciri khas pada senam asma yang disusun dengan tujuan: penderita dapat
mengontrol irama pernapasan, memperbaiki ekspirasi, melicinkan gerakan sendi
yang berkaitan dengan perubahan volume toraks, meningkatkan kapasitas
pernapasan.
Prinsip gerakan
inti A: (1) Setiap gerakan diikuti dengan inspirasi dan ekspirasi yang dalam
(deep breathing), (2) waktu inspirasi lebih pendek dari ekspirasi, misalnya
inspirasi 1 hitungan, ekspirasi 3 hitungan, (3) gerakan inspirasi dilakukan
saat pengembangan volume thoraks dan ekspirasi saat penciutan volume thoraks,
(4) seluruh gerakan maksimal 8 menit karena deep breathing yang dilakukan
secara terus menerus selama lebih dari 8 menit, justru akan memicu timbulnya
sesak napas, (5) kecepatan gerak, dengan ritme kurang lebih 100 beat/menit.
d. Gerakan inti B
Sesuai dengan
problem penyakit paru yang mayoritas terjadi spasme otot-otot pernapasan dan
kekakuan sendi-sendinya yang berkaitan dengan perubahan volume thoraks, maka
gerakan-gerakan disini terutama untuk relaksasi dan mobilisasi. Oleh karena itu
sebagian besar lokasi gerakan adalah pada bagian sendi bahu dan dada, ditambah
bagian lain agar menyeluruh mengenai seluruh tubuh.
Tujuan gerakan inti
B: (1) Relaksasi otot-otot pernapasan, (2) mobilisasi sendi yang berkaitan oleh
perubahan volume thoraks, (3) meningkatkan daya tahan, (4) mengontrol irama
pernapasan.
Prinsip gerakan
inti B: (1) Melibatkan otot agonis dan antagonis sehingga terjadi kontraksi dan
relaksasi dalam repetisi yang tinggi supaya terjadi relaksasi otot, (2)
repetisi gerak yang tinggi pada tingkat maksimum dapat meningkatkan mobilisasi
sendi, terutama jika limitasi sendi disebabkan oleh faktor jaringan lunak, (3)
Repetisi gerak yang tinggi agar dapat meningkatkan daya tahan, (4) diselingi
dengan pernapasan panjang atau pada sela-sela gerakan tertentu untuk mengontrol
pernapasan. Sebagian besar gerakan berpengaruh pada perubahan volume thoraks
sedang yang lain untuk seluruh tubuh, (5) kecepatan gerak menggunakan ritme 130
beat/menit.
e. Gerakan aerobik
Dalam tubuh yang
normal diperlukan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. Istirahat
terlalu berlebihan dan aktifitas berlebihan mempunyai akibat yang sama jeleknya
bagi tubuh. Dalam keadaan sakit, tubuh memang butuh istirahat tapi harus diingat
bahwa istirahat yang berlebihan justru membuat penyakit-penyakit yang lebih
buruk. Semakin progresif tubuh kita mengurangi kegiatan justru keadaan fisik
menjadi semakin lemah (deconditioning
syndrom). Seperti pada senam-senam lain, aerobik bertujuan untuk
meningkatkan fitness (reconditioning
exercise).
Dengan demikian
gerakan-gerakan harus memenuhi syarat: (1) Melibatkan banyak sendi, (2)
dilakukan secara terus-menerus, jika diselingi istirahat, tidak boleh lebih
dari 3 menit intervensi, (3) dapat meningkatkan denyut nadi sampai 70% dari
maksimal (220 dikurangi usia), (4) kecepatan gerak menggunakan ritme 140 beat/menit.
f. Pendinginan
Seperti telah
diuraikan didepan bahwa tujuan senam adalah relaksasi otot-otot pernapasan
serta otot-otot yang lain. Ini bisa dicapai dengan peregangan dan kontraksi
maksimal diikuti relaksasi maksimal. Disamping itu pendinginan termasuk untuk
mengembalikan denyut nadi pada frekuensi normal, setelah mengalami kenaikan
selama aerobik.
Ada tiga cara dalam
pendinginan: (1) Stretching yang
meningkat (sustain), (2) isometric contraction maximal diikuti
relaksasi, (3) ketenangan mental (Soeparman, 1995).
E. Manfaat
berolahraga
Dengan berolahraga akan terjadi
perubahan-perubahan
pada tubuh menurut jenis, lama, dan intensitas latihan yang dilakukan. Secara
umum olahraga yang dilakukan secara teratur dengan takaran yang cukup akan
menyebabkan perubahan sebagai berikut:
1.
Perubahan
pada jantung
Jantung akan bertambah besar
dan kuat sehingga daya tampung besar dan denyutan kuat. Kedua hal ini akan
meningkatkan efisiensi kerja jantung. Dengan efisiensi kerja yang tinggi,
jantung tak perlu berdenyut terlalu sering. Pada orang yang tidak melakukan
olahraga, denyut jantung rata-rata 80 kali permenit, sedangkan orang yang
melakukan olahraga teratur, denyut jantung rata-rata 60 kali permenit. Dengan demikian dalam satu menit dihemat 20 denyutan,
dalam satu jam 1200 denyutan, dan dalam satu hari 28.800 denyutan. Penghematan
tersebut menjadikan jantung awet dan boleh diharap hidup lebih lama dengan
tingkat produktivitas tinggi (Strauss, 1979).
2.
Perubahan
pada pembuluh darah
Elastisitas
pembuluh darah akan bertambah karena berkurangnya timbunan lemak dan penambahan
kontraksi otot dinding pembuluh darah. Elastisitas pembuluh darah yang itnggi
akan memperlancar jalannya darah dan mencegah timbulnya hipertensi. Disamping
elastisitas pembuluh darah yang meningkat, pembuluh-pembuluh darah kecil
(kapiler) akan bertambah padat pula. Penyakit jantung koroner dapat diatasi dan
dicegah dengan mekanisme perubahan ini. Kelancaran aliran darah juga akan
mempercepat pembuangan zat-zat lelah sebagai sisa pembakaran sehingga bisa
diharapkan pemulihan kelelahan yang cepat (Soekarman, 1987).
3.
Perubahan
pada paru
Elastisitas paru
akan bertambah sehingga kemampuan berkembang kempis juga akan bertambah. Selain
itu jumlah alveoli yang aktif (terbuka) akan bertambah dengan olahraga teratur.
Kedua hal diatas akan menyebabkan kapasitas penampungan dan penyaluran oksigen
ke darah akan bertambah. Pernapasan bertambah dalam dengan frekuensi yang lebih
kecil. Bersamaan dengan perubahan pada jantung dan pembuluh darah, ketiganya
bertanggung jawab untuk penundaan kelelahan (Mc Ardle, 1986).
4.
Perubahan
pada otot
Kekuatan,
kelentukan, dan daya tahan otot akan bertambah. Hal ini disebabkan oleh
bertambah besarnya serabut otot dan meningkatnya sistim penyediaan energi di
otot. Lebih dari itu perubahan otot ini akan mendukung kelincahan gerak dan
kecepatan reaksi, sehingga dalam banyak hal kecelakaan dapat dihindari (Brooks,
1984).
5. Perubahan pada
tulang
Penambahan
aktivitas enzim pada tulang akan meningkatkan kepadatan, kekuatan, dan besarnya
tulang, selain mencegah pengeroposan tulang. Permukaan tulang juga akan
bertambah kuat dengan adanya tarikan otot yang terus-menerus (Fox, 1988).
6. Perubahan pada ligamen dan tendon
Kekuatan ligamen
dan tendon akan bertambah, demikian juga dengan perlekatan tendon pada tulang.
Keadaan ini akan membuat ligamen dan tendon mampu menahan beban berat dan tidak
mudah cedera (Teitz, 1989).
7. Perubahan persendian dan tulang rawan
Latihan teratur
dapat menyebabkan bertambah tebalnya tulang rawan di persendian sehingga dapat
menjadi peredam (shock absorber) dan
melindungi tulang serta sendi dari bahaya cedera (Wilmore, 1981).
8.
Perubahan
pada aklimatisasi panas
Aklimatisasi
terhadap panas melibatkan penyesuaian faali yang memungkinkan seseorang tahan
bekerja di tempat panas. Kenaikan aklimatisasi terhadap panas disebabkan karena
pada waktu melakukan olahraga terjadi pula kenaikan pada badan dan kulit. Keadaan
yang sama akan terjadi bila seseorang bekerja di tempat panas (Fox, 1984).
- Penelitian yang relevan
Penelitian dilakukan oleh Indriyani
Musrifah, mahasiswa DIV Fisioterapi, dengan judul Pengaruh Senam Asma terhadap Frekuensi Serangan Asma pada Anggota Club
Asma Surakarta. Senam Asma Indonesia Merupakan serangkaian senam untuk
melatih dan memperkuat otot-otot pernapasan agar penderita asma lebih mudah
melakukan respirasi. Senam Asma pada intinya adalah meningkatkan kebugaran
tubuh dan kemampuan otot-otot pernapasan serta kemampuan bernapas secara
menyeluruh yang kemudian akan mengarah pada penurunan frekuensi serangan asma.
Jenis penelitian ini dengan menggunakan pendekatan retrospektif observasional. Subyek penelitian adalah anggota Klub
Asma Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Instrumen penelitian
dengan kuesioner yang langsung dibagikan kepada penderita asma yang mengikuti
senam asma dan teknik pelaksanaan dengan menentukan variabel yang memenuhi kriteria
inklusi. Hasil analisa data statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon dan diolah dengan menggunakan
SPSS Windows 2000 dengan taraf signifikan 0,05, diperoleh hasil Z = -5,615
dengan P = 0,000, dimana P<0,05 artinya Ha diterima bahwa ada perbedaan
antara frekuensi serangan asma sebelum dan sesudah melakukan senam asma (signifikan).
Penelitian relevan kedua yang dilakukan
oleh Ditha Diana, Bastaman Basuki, Jull Kurniarobbi dengan judul Low physical activity and other risk factors
increased the risk of poor physical fitness in cement workers. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas fisik terkait pekerjaan yang
rendah dan faktor resiko lainnya terhadap kebugaran jasmani pekerja. Metode subyek
penelitian yang dilakukan pada bulan bulan Februari 2008 ini adalah pekerja di
15 departemen yang dipilih secara purposif di PT Semen Padang, Sumatera Barat.
Tingkat aktivitas fisik diketahui dari kuesioner Panduan Pengalaman Belajar
Lapangan I dan Program Integrasi Hipertensi Lansia Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 2003. Tingkat kebugaran jasmani diukur dengan menggunakan
Harvard Step Test. Subyek penelitian
adalah 937 laki-laki berusia 18-56 tahun. Subyek mempunyai tingkat kebugaran
jasmani rendah sebesar 15,9%. Faktor resiko dominan terhadap kebugaran jasmani
rendah adalah aktivitas fisik pekerjaan yang rendah, kebiasaan merokok, tidak
berolahraga, hipertensi, diabetes melitus, dan asma. Subyek dengan aktivitas
fisik terkait pekerjaan yang rendah dibandingkan subyek dengan aktivitas fisik
tinggi mempunyai risiko 10,71 kali untuk kebugaran jasmani kurang [rasio odds
suaian (ORa) = 10,71; interval kepercayaan (CI 95% = 4,71 – 24,33)]. Subyek
yang tidak berolahraga dibandingkan dengan yang berolahraga mempunyai risiko
6,3 kali untuk kebugaran jasmani kurang (ORa = 6,30; CI 95% = 3,69-10,75).
Kesimpulan Aktivitas fisik pekerjaan yang rendah, kebiasaan merokok, tidak
berolahraga, hipertensi, diabetes melitus, dan asma merupakan faktor dominan
terhadap kebugaran jasmani rendah. Oleh karena itu, selain memperlihatkan
faktor-faktor berpengaruh tersebut, pekerja dengan tingkat aktivitas fisik
rendah perlu melakukan latihan fisik.
G.
Penyakit akibat pajanan kimia terhadap paru –
paru menyebabkan kebugaran dan kesehatan menurun
|
Senam
Asma
|
- Paparan berulang dari debu kimia dan aroma senyawa
kimia
- Kondisi
tidak baik
|
VO2 max
meningkat (kebugaran dan kesehatan), daya tahan tubuh meningkat, produktivitas
kerja bertambah
|
Senam
Asma
|
VO2 max menurun (kebugaran dan
kesehatan), daya tahan tubuh menurun, produktivitas kerja berkurang
|
Gambar 2.5
Kerangka pikir
Keterangan bagan
diatas menyebutkan bahwa para pegawai industri kimia yang setiap hari terpapar
oleh fumes dan gas senyawa kimia bisa
bahkan sangat memungkinkan dapat mencederai paru – paru dan terkena penyakit
paru akibat kerja seperti yang disebutkan diatas, dan hal tersebut
mengakibatkan fungsional paru menurun dan tingkat kebugaran pekerja menurun (VO2
maksimal). Sehingga peneliti ingin mengangkat senam asma sebagai tindakan untuk
mencegah hal tersebut, serta diharapkan dapat meningkatkan kebugaran dan kesehatan
para pegawi industri kimia.
H.
Dosis
FIT (frekuensi, intensitas, time)
|
Subyek:
Para pegawai industri kimia yang sering terpapar oleh fumes/gas kimia
berbahaya
|
VO2 max mengalami peningkatan (kebugaran
dan kesehatan meningkat), produktivitas bertambah
|
Kebiasaan buruk seperti merokok, faktor genetik
|
Senam
Asma
|
Gambar 2.6
Kerangka Konsep
Keterangan bagan
diatas adalah yang menjadi subyek adalah para pegawai industri kimia yang
sering terpapar oleh fumes/gas senyawa kimia, kemudian diberikan intervensi
senam asma. Dosis adalah faktor yang masih bisa di kontrol oleh terapis,
sedangkan faktor yang diluar garis putus – putus tidak bisa dikontrol oleh
terapis. Diharapkan setelah intervensi senam asma VO2 max akan meningkat serta
kebugaran dan kesehatan buruh akan lebih terpelihara.
I.
Hipotesis
Hipotesis pada
penelitian ini adalah: ada pengaruh terhadap pemberian senam asma dalam
meningkatkan VO2 max pada pegawai industri kimia.
Hi kak ... kak boleh minta emailnya ? Ininjurnalnua berhubungan dengan skripsi pinki kak 😊. Terimakasih sebelumnya kak
BalasHapus