Fisioterapi

Fisioterapi
kami disini sharing tentang dunia fisioterapi, kalau ada ilmu baru atau masukan bisa langsung komentar atau email, makasih

BAB II PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP VO2 MAKS


PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP PENINGKATAN VO2 MAKS PADA PEGAWAI INDUSTRI KIMIA
PROPOSAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma IV Fisioterapi


Disusun oleh :
FRANSISKAHARUM OKTAVIANA
P 27226012 031

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2013

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Anatomi fungsional paru
1.    Sistem respirasi
Istilah pernapasan yang lazim digunakan, mencakup dua proses pernapasan luar (eksterna), yaitu penyerapan oksigen dan pengeluaran karbondioksida dari tubuh secara keseluruhan; serta pernapasan dalam (interna) yaitu penggunaan oksigen dan pembentukan karbondioksida oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya. Sistem pernapasan terdiri dari organ pertukaran gas (paru) dan sebuah pompa ventilasi paru. Pompa ventilasi itu terdiri atas dinding dada, otot-otot pernapasan, yang memperbesar dan memperkecil ukuran rongga dada; pusat pernapasan di otak yang mengendalikan otot pernapasan; serta jaras dan saraf yang menghubungkan pusat pernapasan dengan otot pernapasan.
Pada keadaan istirahat, frekuensi pernapasan manusia normal berkisar antara 12-15 kali permenit. Satu kali bernapas, sekitar 500 ml udara, atau 6-8 ml udara permenit dimasukkan dan dikeluarkan dari paru-paru. Udara ini akan bercampur dengan gas yang terdapat dalam alveoli, dan selanjutnya oksigen masuk ke dalam darah di kapiler paru, sedangkan karbondioksida masuk ke dalam alveoli, melalui proses difusi sederhana. Dengan cara ini, 250 ml oksigen per menit masuk ke dalam tubuh dan 200 ml karbondioksida akan dikeluarkan.
2. Saluran udara
Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan dihangatkan dan dilembabkan dengan uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui bronkiolus, bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris sampai ke alveoli.
Antara trakea dan sakus alveolaris terdapat 23 kali percabangan saluran udara. Enam belas percabangan pertama saluran udara merupakan zona konduksi yang menyalurkan udara dari dan ke lingkungan luar. Bagian ini terdiri dari bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis. Tujuh percabangan berikutnya merupakan zona peralihan dan zona respirasi, tempat terjadinya pertukaran gas, dan terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Adanya percabangan udara saluran majemuk ini sangat meningkatkan luas total penampang melintang saluran udara dari 2,5 cm2  di trakea menjadi 11.800 cm2 di alveoli. Akibatnya, kecepatan aliran udara di dalam saluran udara kecil dan sangat menurun mencapai nilai yang rendah.
Tiap alveolus dikelilingi oleh pembuluh darah kapiler paru. Pada sebagian besar tempat, udara dan darah dipisahkan hanya oleh epitel alveoli dan endotel kapiler, jadi jarak yang memisahkan keduanya adalah sekitar 0,5 µm. pada manusia didapatkan tiga ratus juta alveoli, dan luas keseluruhan dinding alveoli yang berhubungan dengan pembuluh kapiler dalam kedua paru sekitar 70 m2.
Tiap alveolus dilapisi oleh dua jenis sel epitel. Sel tipe I merupakan sel gepeng yang memiliki perluasan sitoplasma yang besar dan merupakan sel pelapis utama. Sel tipe II (pneumosit glanular) lebih tebal dan mengandung banyak badan inklusi lamellar. Sel – sel ini mensekresi surfaktan (Ganong, 1992).
Gambar 2.1
Sistem respirasi (Campbell et al, 1999)
3.      Mekanika pernapasan
Paru dan dinding dada adalah struktur elastik. Pada keadaan normal, hanya ditemukan selapis tipis cairan diantara diantara paru dan dinding dada. Paru dengan mudah dapat bergeser sepanjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan, seperti halnya dua lempeng kaca yang direkatkan dengan air dapat digeser tetapi tidak dapat dipisahkan. Tekanan dalam ruang antara paru dan dinding dada (tekanan pleura) bersifat subatmosferik. Pada saat kelahiran, jaringan paru dikembangkan sehingga teregang, dan pada akhir ekspirasi tenang, kecenderungan daya recoil jaringan paru untuk menjauhi dinding dada diimbangi oleh daya rekoil dinding dada ke arah berlawanan. Apabila dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan apabila paru kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong (barrel shaped).
Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negative, dan udara mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali kekedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan dalam saluran udara menjadi sedikit lebih positif dan udara mengalir meninggalkan paru.selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun, pada awal ekspirasi, masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi.
Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai -30 mmHg, menimbulkan pengembangan jaringan paru yang lebih besar. Apabila ventilasi meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan melalui kontraksi aktif otot-otot ekspirasi yang menurunkan volume intratorakal.

4.      Otot – otot pernapasan
a.      Otot – otot inspirasi:
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratorakal sebesar 75% selama inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekelilinh bagian dasar rongga thoraks, membentuk kubah di atas hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi.
Muskulus interkostalis internus, yang berjalan dari iga ke iga secara miring ke arah bawah ke depan. Iga-iga berputar seolah-olah bersendi di bagian punggung, sehingga ketika otot interkostalis eksternus berkontraksi, iga-iga di bawahnya akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar diameter anteroposterior rongga dada. Diameter transversal juga membesar, tetapi dalam derajat yang lebih kecil. Setiap otot interkostalis eksternus ataupun diafragma dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat.
Muskulus skaleneus dan sternokleidomastoideus di leher merupakan otot-otot inspirasi tambahan yang ikut membantu mengangkat rongga dada pada pernapasan yang sukar dan dalam.
b.         Otot – otot ekspirasi:
Apabila otot ekspirasi berkontraksi, volume intratoraks menurun dan terjadi ekspirasi paksa. Kemampuan ini dimiliki oleh otot-otot interkostalis internus karena otot-otot ini berjalan miring kearah bawah dan belakang dari iga ke iga, sehingga pada waktu berkontraksi akan menarik rongga bawah dada ke bawah. Kontraksi otot dinding abdomen anterior juga ikut membantu proses ekspirasi dengan cara menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta dengan meningkatkan tekanan intra abdominal yang akan mendorong diafragma ke atas (Ganong, 1992).

Gambar 2.2
Otot – otot Inspirasi dan ekspirasi (Sherwood, 2001)







Tabel dibawah ini menunjukkan otot-otot pernapasan beserta fungsi dan mekanisme kerjanya:
TABEL 2.1
Otot-otot pernapasan

Fungsi
Otot
Hasil Kontraksi Otot
Waktu Stimulasi untuk Kontraksi
Inspirasi
Diafragma
Bergerak turun, meningkatkan dimensi vertikal rongga toraks
Setiap inspirasi, otot primer inspirasi
Otot antar iga eksternal
Mengangkat iga ke arah depan dan ke arah luar, memperbesar rongga toraks dalam dimensi depan ke belakang dan sisi ke sisi
Setiap inspirasi, berperan komplementer sekunder terhadap aksi primer diafragma
Otot-otot leher (skaleneus, sternokleidomastoideus)
Mengangkat sternum dan dua iga pertama, memperbesar bagian atas rongga toraks
Hanya pada saat inspirasi paksa, otot inspirasi tambahan
Ekspirasi
Otot-otot abdomen
Meningkatkan tekanan intra abdomen, yang menimbulkan gaya ke atas pada diafragma untuk mengurangi dimensi vertikal rongga toraks
Hanya pada saat ekspirasi aktif (paksa)
Otot-otot antar iga internal
Mendatarkan toraks dengan menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam, menurunkan ukuran depan belakang dan samping rongga toraks
Hanya sewaktu ekspirasi aktif (paksa)
Sumber: Sherwood, 2001


5. Volume dan kapasitas paru normal
Berikut ini adalah nilai volume paru normal yang dimiliki manusia. (1) Tidal Volume (TV). Volume udara yang masuk atau keluar paru-paru selama satu kali bernapas. Nilai rata-rata dalam keadaan istirahat = 500 ml. (2) Volume Cadangan Inspirasi (VCI). Volume tambahan yang dapat secara maksimal dihirup melebihi tidal volume istirahat. VCI dihasilkan oleh kontraksi maksimum diafragma otot antar iga eksternal dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-ratanya = 3500 ml. (3) Volume Cadangan Ekspirasi (VCE). Expiratory reserve volume. Volume tambahan udara yang dapat secara aktif dikeluarkan oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara pasif pada akhir tidal volume biasa. Nilai rata-rata = 1000 ml. (4) Volume Residual (VR). Volume minimum udara yang tersisa di paru bahkan setelah ekspirasi maksimum. Nilai rata-rata = 1200 ml.
Berikut ini adalah nilai kapasitas paru normal yang terdapat pada manusia. (1) Kapasitas Inspirasi (KI). Volume maksimum udara yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi normal tenang (KI = VCI + TV). Nilai rata-rata = 3500 ml. (2) Kapasitas Residual Fungsional (KRF). Volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasir normal (KRF = VCE + VR). Nilai rata-rata = 2200 ml. (2) Kapasitas Vital (KV) volume maksimal udara yang dapat dikeluarkan selama satu kali bernapas setelah inspirasi maksimum. Subyek mula-mula melakukan ekspirasi maksimum kemudian melakukan inspirasi maksimum (KV = VCI + TV + VCT). Nilai rata-rata = 4500 ml. (3) Kapasitas Paru Total (KPT). Volume udara maksimal yang dapat ditampung oleh paru-paru (KPT = KV + VR). Nilai rata – rata = 5700 ml. (4) Volume Ekspirasi Paksa dalam satu detik (Forced Expiratory Volume). Volume udara yang dapat di ekspirasi selama detik pertama ekspirasi dalam menentukan KV. Biasanya Forced Expiratory Volume (FEV) sekitar 80% yaitu dalam keadaan normal 80% udara yang dapat dipaksa keluar dari paru-paru yang mengembang maksimum dapat dikeluarkan dalam 1 detik pertama.
Manfaat pengukuran volume dan kapasitas paru adalah sebagai petunjuk untuk mengetahui berbagai penyakit saluran pernapasan (Sherwood, 2001).
Gambar 2.3
Kadar volume dan kapasitas paru manusia normal (Ganong, 1992)



  1. VO2 maksimal
1.     Definisi
VO2 (pemakaian oksigen) merupakan ukuran dari volume oksigen yang digunakan tubuh kita untuk mengubah energi dari makanan ke energi molekuler yang disebut Adenosin Triphosphat (ATP) yang digunakan tubuh pada tingkat sel. VO2 maksimal (konsumsi oksigen maksimum) adalah volume oksigen maksimal yang dapat dicapai oleh seseorang.
VO2 dan VO2 maksimal sangat dibutuhkan saat melakukan latihan karena kedua hal tersebut yang menentukan kemampuan tubuh dalam menghasilkan ATP dan ATP adalah sumber energi yang membuat otot tetap bekerja selama melakukan aktivitas dan latihan. Selama melakukan aerobic atau latihan yang mempengaruhi daya tahan, seiring dengan meningkatnya intensitas latihan volume oksigen juga akan meningkat. Dengan peningkatan intensitas volume oksigen secara terus menerus maka seseorang akan dapat mencapai konsumsi oksigen secara maksimal. Hal inilah yang disebut dengan konsumsi oksigen secara maksimal (Plowman; Smith 2003).
Konsumsi oksigen maksimum bergantung pada tiga sistem. Sistem pernapasan penting untuk ventilasi dan pertukaran oksigen serta karbondioksida antara udara dan darah di paru. Sistem sirkulasi diperlukan untuk menyalurkan oksigen ke otot yang bekerja. Akhirnya, otot-otot harus memiliki enzim-enzim oksidatif untuk memakai oksigen yang disampaikan kepada mereka.
Olahraga aerobik yang teratur dapat meningkatkan VO2 maksimal dengan membuat jantung dan sistem pernapasan lebih efisien, sehingga penyaluran oksigen ke otot yang aktif lebih banyak. Otot yang berolahraga itu sendiri menjadi semakin mampu menggunakan oksigen yang disalurkan kepada mereka. Jumlah kapiler fungsional meningkat, demikian juga jumlah dan ukuran mitokondria, yang mengandung enzim-enzim oksidatif (Sherwood, 2001).
Tingkat Kebugaran dapat diukur dari volume seseorang dalam mengkonsumsi oksigen saat latihan pada volume dan kapasitas maksimum. Kelelahan yang dirasakan akan menyebabkan turunnya konsentrasi sehingga tanpa konsentrasi yang prima terhadap suatu permainan, sudah hampir dipastikan kegagalan yang akan diterima. Cepat atau lambatnya kelelahan seseorang dapat diperkirakan dari kapasitas aerobik yang kurang baik.
Kapasitas aerobik menunjukkan kapasitas maksimal oksigen yang dipergunakan oleh tubuh (VO2 maksimal). Dan seperti kita tahu, oksigen merupakan bahan bakar tubuh kita. Oksigen dibutuhkan oleh otot dalam melakukan setiap aktivitas berat maupun ringan. Dan semakin banyak oksigen yang diasup/diserap oleh tubuh menunjukkan semakin baik kinerja otot dalam bekerja sehingga zat sisa-sisa yang menyebabkan kelelahan jumlahnya akan semakin sedikit. VO2 maksimal diukur dalam banyaknya oksigen dalam liter per menit (l/min) atau banyaknya oksigen dalam mililiter per berat badan dalam kilogram per menit (ml/kg/min). Tentu, semakin tinggi VO2 maksimal, yang bersangkutan juga akan memiliki daya tahan dan stamina yang istimewa (Zudine, 2009). Kekuatan aerobik maksimal, VO2 maksimal, adalah pengukuran yang diperoleh dari kapasitas sistem kardiovaskuler dalam mengalirkan darah ke otot-otot besar yang dilibatkan atau terlibat dalam kerja atau latihan secara dinamis. Program latihan daya tahan yang dapat meningkatkan VO2 maksimal dapat dilakukan selama 15-60 menit. Latihan yang dilakukan selama 2-3 bulan dapat meningkatkan VO2 maksimal sebesar 15% (Powers et al, 1990).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar VO2 maksimal pada tubuh menurut Wiesseman yang dikutip oleh Kuntaraf (1992):
a. . Jenis kelamin
Setelah masa pubertas wanita dalam usianya yang sama dengan pria umumnya mempunyai konsumsi oksigen maksimal yang lebih rendah dari pria.
b. Usia
Setelah usia 20-an VO2 maksimal menurun dengan perlahan-lahan. Dalam usia 55 tahun, VO2 maksimal lebih kurang 27% lebih rendah dari usia 25 tahun. Dengan sendirinya hal ini berbeda dari satu dengan orang yang lain. Mereka yang mempunyai banyak kegiatan VO2 maksimal akan menurun secara perlahan.
c. Keturunan
Seseorang mempunyai potensi yang lebih besar dari orang lain untuk mengkonsumsi oksigen yang lebih tinggi dan mempunyai suplai pembuluh darah kapiler yang lebih baik terhadap otot-otot, mempunyai kapasitas paru-paru yang lebih besar, dapat mensuplai haemoglobin dan sel darah merah yang lebih banyak serta jantung yang lebih kuat. Dilaporkan bahwa konsumsi oksigen maksimum bagi mereka yang kembar identik sangat sama.
d. Komposisi tubuh
Walaupun VO2 maksimal dinyatakan dalam beberapa mililiter oksigen yang dikonsumsi per kilogram berat badan, perbedaan komposisi tubuh seseorang menyebabkan konsumsi yang berbeda. Misalnya tubuh mereka yang mempunyai lemak dengan persentasi tinggi mempunyai konsumsi oksigen maksimum yang lebih rendah. Bila tubuh berotot kuat, VO2 maksimal akan lebih tinggi. Sebab itu, jika dapat mengurangi lemak dalam tubuh, konsumsi oksigen maksimal dapat bertambah tanpa tambahan latihan.
e. Latihan/olahraga
Kita dapat memperbaiki VO2 maksimal dengan olahraga atau latihan. Dengan latihan daya tahan yang sistematis, akan memperbaiki konsumsi oksigen maksimal dari 5% sampai 25%. Proses berlatih yang dilakukan secara teratur, terencana berulang-ulang dan semakin lama semakin bertambah bebannya, serta dimulai dari yang sederhana ke yang lebih kompleks (Sistematis dan Metodis). Penelitian menunjukkan bahwa laki-laki usia 65-74 tahun dapat meningkatkan VO2 maksimal sekitar 18% setelah berolahraga secara teratur selama 6 bulan (Wiesseman, dalam Kuntaraf, 1992).
TABEL 2.2
Klasifikasi VO2 maksimal normal
Gender
Age
Excellent
Very Good
Good
Average
Fair
Poor
Very Poor
Male
18-20
>63
62-57
56-51
50-46
45-39
38-33
<33
21-25
>62
62-56
55-51
50-45
44-38
37-32
<32
26-30
>59
59-55
54-48
47-42
41-36
35-30
<30
Female
18-20
>53
53-48
47-43
42-38
37-33
32-28
<28
21-25
>50
50-46
45-42
41-36
35-33
31-27
<27
26-30
>48
48-44
43-40
39-35
34-31
30-26
<26
Sumber: Shvartz; Reibold, 1990

2.      Pengukuran VO2 maks

Dalam hal ini pengukuran menggunakan 12 minutes run/walk test menurut Cooper, karena subyek dalam penelitian ini adalah subyek sehat dan tes tersebut cocok digunakan untuk subyek sehat dari segala usia baik dewasa muda atau dewasa tua. 12 minutes run/walk tes adalah salah satu alat pengukuran yang digunakan untuk mengidentifikasikan kapasitas maksimum oksigen seseorang selama melakukan latihan. Pengukuran tersebut dapat menunjukkan berapa liter oksigen yang dapat dihantarkan supaya otot dapat bekerja dengan baik tiap menitnya. Tujuan dari tes ini adalah untuk menentukan tingkat kebugaran seseorang dan kemampuan seseorang untuk memanfaatkan oksigen dalam melakukan suatu kegiatan. Tes ini dapat disesuaikan dengan kemampuan subyek.
12 minutes run/walk test menurut Cooper menginstruksikan kepada subyek untuk berlari atau berjalan sejauh yang mereka bisa selama 12 menit. Tes ini dilakukan di dalam trak yang telah disediakan dan ditandai sebelumnya. Validitas dari tes ini menunjukkan coeficient corelation sebesar 0,90 (r = 0,90). Reliabilitas dari tes ini tergantung pada seringnya subyek melakukan olahraga dan kelincahan subyek tersebut. Keuntungan dari tes ini adalah tidak memerlukan biaya yang banyak dan dapat dilakukan dalam kelompok besar sekaligus serta mudah untuk dilaksanakan (Cooper,1968).
Rumus VO2 maks = (22,351xjarak(km))-11,288
r=0,90
 




Gambar 2.4
Rumus VO2 maksimal (Cooper, 1968)
  1. Lingkungan kerja dan penyakit paru akibat kerja
1.    Lingkungan kerja
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya (Notoatmodjo, 2007).
Setiap perusahaan mempunyai dampak atas lingkungan beradanya perusahaan tersebut. Selama bertahun-tahun sejak revolusi industri para pengusaha tidak mempedulikan kerusakan atau dampak negatif terhadap lingkungan dan nilai-nilai ambang batas wajib diketahui oleh setiap manajer. Salah satu kewajiban sosial pengusaha adalah melestarikan keadaan lingkungan perusahaannya sebaik mungkin. Salah satu dampak negatif perusahaan atas lingkungannya adalah pencemaran air (sungai, danau, laut), tanah, udara. Pencemaran air kebanyakan berasal dari ampas bahan baku yang diolah seperti ampas kelapa sawit (sludge), bahan buangan yang merupakan limbah industri misalnya larutan kimia, pewarna, dan produk-produk yang rusak. Pencemaran udara terdiri dari asap cerobong pabrik, awan (smog), asap, debu, gas, uap, dan kebisingan/getaran. Pencemaran tanah yang paling umum adalah bahan buangan industri, sampah padat seperti ampas radio aktif, pestisida, dan ampas penyaringan limbah industri (Silalahi, 1991).
Dalam dunia pekerjaan segala kendala kerja harus dielakkan, sementara produktivitas optimal merupakan idaman setiap manajer karena dengan demikian sasaran keuntungan akan dicapai. Salah satu kendala dalam proses kerja adalah penyakit. Mangkir karena urusan pribadi dapat diatasi dengan relatif mudah. Akan tetapi tidak masuk kerja karena penyakit membawa dua kali lipat kerugian bagi perusahaan: kerugian dalam waktu kerja dalam biaya untuk mengatasi penyakit tersebut. Bagi setiap pengusaha, pencegahan jauh lebih menguntungkan daripada penanggulangan (Silalahi, 1991).
Kehidupan bisnis modern menuntut stamina yang prima dari para pelakunya, karena mereka harus bekerja dengan ritme kerja yang cepat, jadwal yang ketat dan tidak teratur, perubahan rencana yang tidak terduga, dan jam kerja yang panjang. Situasi dan kondisi kerja semacam ini menimbulkan stress kerja yang mengakibatkan berbagai penyakit. Penyakit tersebut membutuhkan waktu penyembuhan yang lama dan biaya yang tidak sedikit. Selain itu penderita juga terpaksa tidak masuk kerja, sehingga kerugian akan diderita oleh karyawan maupun perusahaan yaitu pemasukan berkurang dan pengeluaran bertambah. Program kebugaran jasmani selain akan meningkatkan status kebugaran, juga akan menambah semangat kerja, mencegah berbagai penyakit, menghilangkan ketegangan, menambah ras percaya diri, membentuk jiwa sportif, mengajarkan sifat sabar, gembira, dan melatih konsentrasi. Sudah sejak lama industri di Jepang menyadari hal tersebut. Untuk memelihara kesehatan karyawan, diadakan acara berhenti kerja untuk senam (excercise break) dengan diiringi musik dan dilakukan pada jam kerja (Kushartanti, 2009).
Negara bagian Texas mengeluarkan undang-undang tentang State Employ Health Fitness and Education pada tahun 1983. Undang-undang ini dibuat dengan tujuan: (1) Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan yang selalu meningkat, (2) mengurangi jumlah karyawan yang absent dari pekerjaan, (3) mengurangi ketidakmampuan (cedera) dan biaya kompensasinya, (4) meningkatkan semangat kerja karyawan dan produktivitas (Haydon, 1986).

2.      Penyakit paru akibat kerja di industri kimia

Penyakit paru akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh material berbahaya dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang membawa dampak besar terhadap kesehatan pekerja terutama paru. Penyakit ini artefisial oleh karena timbulnya disebabkan oleh adanya pekerjaan. Kepadanya sering diberikan nama penyakit buatan manusia (man made disease). Faktor resiko penyakit paru di tempat kerja bersumber dari bahan baku, bahan sampingan proses produksi, produk atau limbah. Material berbahaya bagi kesehatan paru dapat berupa debu/partikel, gas, uap, atau fume. Gejalanya dapat bervariasi mulai  batuk sampai sesak dan tidak dapat bernapas dapat ditemui pada penyakit paru akibat kerja jika paparan melalui inhalasi udara di tempat kerja tidak dikendalikan (Kurniawidjaja, 2010).
Berbagai partikel kimia bisa menyebabkan kerusakan pada paru – paru secara meluas dan berlanjut. Partikel yang mempunyai ukuran kurang dari 2,5 mikrometer dapat menyebabkan masalah paru – paru. Berikut ini adalah beberapa senyawa kimia dan penyakit yang dapat menimbulkan masalah pada paru – paru di kebanyakan industri kimia.
a. Asma akibat kerja
Asma ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis debu, gas, fume baik yang dapat menyebabkan reaksi segera atau tipe lambat. Yang pertama dapat berlangsung beberapa menit setelah terpajan dan yang kedua baru berlanjut setelah empat sampai dua puluh empat jam (biasanya empat sampai delapan jam). Beberapa orang mengalami kombinasi antara efek segera dan lambat. Daftar alergen yang berpotensi mengganggu paru sangat panjang. Beberapa yang penting adalah debu gabah, tepung, hops, termasuk di dalamnya beberapa senyawa kimia yang berbahaya (Harrington, Gill, 1995).

b. Bronchitis Obliterans

Merupakan radang paru yang bersifat obstruktif pada paru yang terletak pada bronchioles. Bronchiol menjadi mengkerut atau mengecil karena radang yang ditimbulkan akibat senyawa kimia tersebut. Penyakit inidapat disebabkan oleh seringnya bernapas pada area yang terpapar senyawa kimia secara berkelanjutan (Mosenifar, 2013).

c. Formalin / formaldehid

Formalin adalah bentuk yang paling sederhana dari aldehid yang dapat dibentuk oleh tiga rantai senyawa kimia dari trioxan dan polymer paraformaldehid. Paparan penyakit paru akibat formaldehid di tempat kerja disebabkan oleh zat sisa dan gas yang terhirup. Cara zat tersebut bisa masuk kedalam tubuh adalah dengan respirasi. Dapat menyebabkan astma bronchial jika terpapar dalam dosis yang cukup banyak dan dalam waktu yang lama. Seperti pada pegawai industri kimia. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Binawara et.al menunjukkan bahwa terdapat penurunan nilai – nilai fungsional paru seperti FVC, FEV, dan PEFR secara signifikan setelah terpapar oleh formaldehid (p<0,0001) (Binawara et al, 2010).




d. Hydrogen chloride (HCL)

Dalam hal ini sisten pernapasan adalah hal pertama yang mudah terpapar oleh senyawa HCL. Paparan HCL sebesar 5 ppm dapat menyebabkan iritasi pada system pernapasan dan peradangan pada paru. Penyakit pernapasan seperti chemical pnemonitis dan bengkak pada paru juga dapat terjadi. Jika terlalu sering menghirup HCL juga dapat menyebabkan Reactive Airways Dysfunction Syndrome (RADS) yang termasuk dalam chemical induced asma (Health Protection Agency, 2007).

e. H2SO4

Gas dan fume yang dihasilkan dapat menyebabkan iritasi pada pernapasan atas dan bengkak pada paru. Paparan yang rendah, kurang dari 10% dapat menyebabkan iritasi pada jaringan – jaringan pernapasan. Paparan tersebut dapat menimbulkan batuk, bersin, bronchospasm, dyspnea, dan bengkak pada paru. Menurut penelitian terpapar dalam waktu 30 menit dapat menurunkan FEV sebesar 6% (p<0,05) (Koenig et al, 1989).

f. Chemical pneumonitis

Chemical Pneumonitis adalah komplikasi yang terjadi terjadi akibat dari menghirup gas dan fume yang beracun yang melibatkan saluran pernapasan atas dan paru. Dapat disebabkan oleh partikel – partikel beracun yang terhirup dan dapat mempengaruhi impermiabilitas dari alveoli kapiler. Jika sirkulasi udara dalam alveoli tidak terjadi secara sempurna dapat menyebabkan pembengkakan dan ketidakselarasan dari pertukaran gas yang terjadi pada paru. Proses tersebut dapat menyebabkan infiltrasi alveoli sampai mengakibatkan kerusakan pada alveoli. Tingkat keparahan dari pembengkakan paru yang meluas dapat terjadi dalam periode waktu tertentu dan tergantung dari banyaknya fume atau gas beracun yang terhirup (Jegan et al, 2011).  
g. Bissinosis
Gangguan ini dianggap oleh banyak kalangan sebagai asma akibat kerja. Namun kondisi ini sebenarnya lebih luas dan lebih rumit daripada asma akibat kerja. Pada orang yang rentan pajanan debu kapas, sisal, atau serat dapat menyebabkan sesak napas akut dengan batuk dan obstruksi saluran napas reversibel. Gejala ini dirasakan pertama kali pada hari pertama, minggu pertama kerja kemudian mereda. Dengan berlanjutnya pemajanan, gejala kambuh pada beberapa hari di minggu selanjutnya, bahkan pada akhir minggu dan hari libur pun tidak bebas dari gejala. Merokok membuat kambuh penyakit dan meskipun terjadi obstruksi pernapasan sementara yang dapat memperparah bahkan membunuh pasien.
h. Pnemokinosis
Sekumpulan penyakit yang disebabkan oleh penimbunan debu-debu di dalam jaringan paru-paru. Biasanya berupa debu mineral. Tergantung dari jenis debu mineral yang ditimbun. Ketika benapas, udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru-paru. Tidak semua debu dapat menimbun dalam jaringan paru-paru, karena tergantung besar dan ukuran debu tersebut. Debu-debu yang berukuran 10 mikron akan ditahan oleh jalan napas bagian atas, sedangkan yang berukuran 3 sampai 5 mikron ditahan bagian tengah jalan napas. Partikel-partikel yang berukuran 1 sampai 3 mikron akan ditempatkan langsung dipermukaan jaringan dalam paru-paru. Secara umum gejala-gejalanya antara lain batuk-batuk kering, sesak napas, kelelahan umum, berat badan turun, dan lain-lain (Anies, 2005).
Penyakit tersebut diatas adalah penyakit paru yang biasa diderita oleh pegawai industri kimia yang setiap hari terpapar oleh debu, gas dan fume dari senyawa kimia berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan paru-paru, yang dapat mempengaruhi kapasitas volume oksigen serta fungsi paru-paru.
D.  Senam asma
1.    Definisi
Senam merupakan suatu program olahraga untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada tubuh guna mendapatkan perubahan optimal sesuai dengan yang diharapkan (Kushartanti, 2009). Asma adalah kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik, berulang berupa batuk, mengi, sesak napas, dan rasa berat di dada terutama pada malam atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik atau tanpa pengobatan (Kemenkes, 2008). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa senam asma adalah program olahraga yang dirancang untuk penderita asma guna mendapatkan perubahan yang optimal sesuai dengan yang diharapkan.
Senam asma merupakan salah satu pilihan olahraga yang tepat bagi penderita asma karena senam asma bermanfaat untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan meningkatkan kemampuan bernapas. Senam asma juga merupakan salah satu penunjang pengobatan asma, karena keberhasilan pengobatan asma yang tidak hanya ditentukan oleh obat yang dikonsumsi, namun juga faktor gizi dan olahraga. Ada beberapa tujuan dalam senam asma, antara lain melatih cara bernapas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot pernapasan, melatih ekspektoratif yang efektif, meningkatkan sirkulasi, kualitas hidup yang baik (Yunus et al, 2003). Ditinjau dari manfaat dan tujuannya, senam asma dapat dikategorikan sebagai olahraga yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan kebugaran bagi pegawai industri kimia.
2.    Rangkaian senam asma
Rangkaian senam asma terbagi dalam beberapa bagian, yaitu:
a. Pemanasan
Pemanasan merupakan gerakan awal dengan tujuan mempersiapkan otot-otot, sendi-sendi, jantung dan paru dalam keadaan siap untuk melakukan gerakan lebih lanjut. Gerakan ini adalah termasuk Free Active Excercise yang dimulai dari proksimal ke distal selama 3 sampai 5 menit.
Prinsip pemanasan adalah: (1) Gerakan bebas tanpa beban ataupun bantuan, (2) melibatkan seluruh tubuh, (3) dimulai dari proksimal ke distal, (4) lamanya tidak lebih dari 15 menit, (4) sebaiknya setiap gerakan mencapai full Range Of Motion, terutama bila gerakan lebih lanjut termasuk latihan yang berat, (5) kecepatan gerak natural / netral lebih kurang dengan ritme 120 beat / menit.
b. Peregangan
Jaringan tubuh kita terutama pada otot-ototnya terbentuk dari serat-serat halus (myofibril) yang dalam keadaan istirahat lama sering mengalami perlengketan satu sama lain (crosslink), dan dalam keadaan demikian jika langsung dilakukan gerakan kemungkinan besar akan merusak crosslink tersebut. Karena itu untuk melepaskan perlengketan tadi setelah dilakukan pemanasan kemudian dilakukan peregangan/penguluran. Dengan demikian otot-otot sudah dapat melakukan gerakan yang memerlukan penguluran, sendi-sendi sudah menjadi lebih longgar, siap melakukan gerakan yang lebih keras dan memerlukan ruang gerak yang maksimal.
Prinsip peregangan adalah sebagai berikut: (1) Sendi-sendi yang diregang mulai dari proksimal (dari lengan badan kemudian tungkai), (2) gerakan sampai terasa ada tarikan (ketegangan) kemudian ditahan sampai hitungan ke empat dan dikendorkan lagi pelan-pelan kembali ke posisi awal, (3) kecepatan gerak lebih kurang dengan irama 80 beat/menit.
c. Gerakan inti A
Sesuai dengan problem asma, dimana mereka mengalami kesulitan dalam ekspirasi maka disiplin gerakan yang dapat dikombinasikan dengan irama pernapasan.
Pernapasan yang baik adalah: (1) Inspirasi melalui hidung, (2) ekspirasi melalui mulut atau berdesis, (3) waktu ekspirasi harus lebih panjang dari pada waktu inspirasi. Paling sedikit 2:1. Jadi misalnya inspirasi sama dengan 2 detik, maka ekspirasi paling sedikit 4 detik, (4) mengikuti mekanisme pernapasan, yaitu pernapasan dada dan pernapasan diafragma.
Gerakan Inti A merupakan ciri khas pada senam asma yang disusun dengan tujuan: penderita dapat mengontrol irama pernapasan, memperbaiki ekspirasi, melicinkan gerakan sendi yang berkaitan dengan perubahan volume toraks, meningkatkan kapasitas pernapasan.
Prinsip gerakan inti A: (1) Setiap gerakan diikuti dengan inspirasi dan ekspirasi yang dalam (deep breathing), (2) waktu inspirasi lebih pendek dari ekspirasi, misalnya inspirasi 1 hitungan, ekspirasi 3 hitungan, (3) gerakan inspirasi dilakukan saat pengembangan volume thoraks dan ekspirasi saat penciutan volume thoraks, (4) seluruh gerakan maksimal 8 menit karena deep breathing yang dilakukan secara terus menerus selama lebih dari 8 menit, justru akan memicu timbulnya sesak napas, (5) kecepatan gerak, dengan ritme kurang lebih 100 beat/menit.
d. Gerakan inti B
Sesuai dengan problem penyakit paru yang mayoritas terjadi spasme otot-otot pernapasan dan kekakuan sendi-sendinya yang berkaitan dengan perubahan volume thoraks, maka gerakan-gerakan disini terutama untuk relaksasi dan mobilisasi. Oleh karena itu sebagian besar lokasi gerakan adalah pada bagian sendi bahu dan dada, ditambah bagian lain agar menyeluruh mengenai seluruh tubuh.
Tujuan gerakan inti B: (1) Relaksasi otot-otot pernapasan, (2) mobilisasi sendi yang berkaitan oleh perubahan volume thoraks, (3) meningkatkan daya tahan, (4) mengontrol irama pernapasan.
Prinsip gerakan inti B: (1) Melibatkan otot agonis dan antagonis sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi dalam repetisi yang tinggi supaya terjadi relaksasi otot, (2) repetisi gerak yang tinggi pada tingkat maksimum dapat meningkatkan mobilisasi sendi, terutama jika limitasi sendi disebabkan oleh faktor jaringan lunak, (3) Repetisi gerak yang tinggi agar dapat meningkatkan daya tahan, (4) diselingi dengan pernapasan panjang atau pada sela-sela gerakan tertentu untuk mengontrol pernapasan. Sebagian besar gerakan berpengaruh pada perubahan volume thoraks sedang yang lain untuk seluruh tubuh, (5) kecepatan gerak menggunakan ritme 130 beat/menit.
e. Gerakan aerobik
Dalam tubuh yang normal diperlukan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. Istirahat terlalu berlebihan dan aktifitas berlebihan mempunyai akibat yang sama jeleknya bagi tubuh. Dalam keadaan sakit, tubuh memang butuh istirahat tapi harus diingat bahwa istirahat yang berlebihan justru membuat penyakit-penyakit yang lebih buruk. Semakin progresif tubuh kita mengurangi kegiatan justru keadaan fisik menjadi semakin lemah (deconditioning syndrom). Seperti pada senam-senam lain, aerobik bertujuan untuk meningkatkan fitness (reconditioning exercise).
Dengan demikian gerakan-gerakan harus memenuhi syarat: (1) Melibatkan banyak sendi, (2) dilakukan secara terus-menerus, jika diselingi istirahat, tidak boleh lebih dari 3 menit intervensi, (3) dapat meningkatkan denyut nadi sampai 70% dari maksimal (220 dikurangi usia), (4) kecepatan gerak menggunakan ritme 140 beat/menit.
f. Pendinginan
Seperti telah diuraikan didepan bahwa tujuan senam adalah relaksasi otot-otot pernapasan serta otot-otot yang lain. Ini bisa dicapai dengan peregangan dan kontraksi maksimal diikuti relaksasi maksimal. Disamping itu pendinginan termasuk untuk mengembalikan denyut nadi pada frekuensi normal, setelah mengalami kenaikan selama aerobik.
Ada tiga cara dalam pendinginan: (1) Stretching yang meningkat (sustain), (2) isometric contraction maximal diikuti relaksasi, (3) ketenangan mental (Soeparman, 1995).


E.  Manfaat berolahraga
Dengan berolahraga akan terjadi perubahan-perubahan pada tubuh menurut jenis, lama, dan intensitas latihan yang dilakukan. Secara umum olahraga yang dilakukan secara teratur dengan takaran yang cukup akan menyebabkan perubahan sebagai berikut:
1.         Perubahan pada jantung
Jantung akan bertambah besar dan kuat sehingga daya tampung besar dan denyutan kuat. Kedua hal ini akan meningkatkan efisiensi kerja jantung. Dengan efisiensi kerja yang tinggi, jantung tak perlu berdenyut terlalu sering. Pada orang yang tidak melakukan olahraga, denyut jantung rata-rata 80 kali permenit, sedangkan orang yang melakukan olahraga teratur, denyut jantung rata-rata 60 kali permenit. Dengan demikian dalam satu menit dihemat 20 denyutan, dalam satu jam 1200 denyutan, dan dalam satu hari 28.800 denyutan. Penghematan tersebut menjadikan jantung awet dan boleh diharap hidup lebih lama dengan tingkat produktivitas tinggi (Strauss, 1979).
2.     Perubahan pada pembuluh darah
Elastisitas pembuluh darah akan bertambah karena berkurangnya timbunan lemak dan penambahan kontraksi otot dinding pembuluh darah. Elastisitas pembuluh darah yang itnggi akan memperlancar jalannya darah dan mencegah timbulnya hipertensi. Disamping elastisitas pembuluh darah yang meningkat, pembuluh-pembuluh darah kecil (kapiler) akan bertambah padat pula. Penyakit jantung koroner dapat diatasi dan dicegah dengan mekanisme perubahan ini. Kelancaran aliran darah juga akan mempercepat pembuangan zat-zat lelah sebagai sisa pembakaran sehingga bisa diharapkan pemulihan kelelahan yang cepat (Soekarman, 1987).

3.      Perubahan pada paru
Elastisitas paru akan bertambah sehingga kemampuan berkembang kempis juga akan bertambah. Selain itu jumlah alveoli yang aktif (terbuka) akan bertambah dengan olahraga teratur. Kedua hal diatas akan menyebabkan kapasitas penampungan dan penyaluran oksigen ke darah akan bertambah. Pernapasan bertambah dalam dengan frekuensi yang lebih kecil. Bersamaan dengan perubahan pada jantung dan pembuluh darah, ketiganya bertanggung jawab untuk penundaan kelelahan (Mc Ardle, 1986).
4.      Perubahan pada otot
Kekuatan, kelentukan, dan daya tahan otot akan bertambah. Hal ini disebabkan oleh bertambah besarnya serabut otot dan meningkatnya sistim penyediaan energi di otot. Lebih dari itu perubahan otot ini akan mendukung kelincahan gerak dan kecepatan reaksi, sehingga dalam banyak hal kecelakaan dapat dihindari (Brooks, 1984).
5.  Perubahan pada tulang
Penambahan aktivitas enzim pada tulang akan meningkatkan kepadatan, kekuatan, dan besarnya tulang, selain mencegah pengeroposan tulang. Permukaan tulang juga akan bertambah kuat dengan adanya tarikan otot yang terus-menerus (Fox, 1988).
6. Perubahan pada ligamen dan tendon
Kekuatan ligamen dan tendon akan bertambah, demikian juga dengan perlekatan tendon pada tulang. Keadaan ini akan membuat ligamen dan tendon mampu menahan beban berat dan tidak mudah cedera (Teitz, 1989).
7.      Perubahan persendian dan tulang rawan
Latihan teratur dapat menyebabkan bertambah tebalnya tulang rawan di persendian sehingga dapat menjadi peredam (shock absorber) dan melindungi tulang serta sendi dari bahaya cedera (Wilmore, 1981).
8.    Perubahan pada aklimatisasi panas
Aklimatisasi terhadap panas melibatkan penyesuaian faali yang memungkinkan seseorang tahan bekerja di tempat panas. Kenaikan aklimatisasi terhadap panas disebabkan karena pada waktu melakukan olahraga terjadi pula kenaikan pada badan dan kulit. Keadaan yang sama akan terjadi bila seseorang bekerja di tempat panas (Fox, 1984).
  1. Penelitian yang relevan
Penelitian dilakukan oleh Indriyani Musrifah, mahasiswa DIV Fisioterapi, dengan judul Pengaruh Senam Asma terhadap Frekuensi Serangan Asma pada Anggota Club Asma Surakarta. Senam Asma Indonesia Merupakan serangkaian senam untuk melatih dan memperkuat otot-otot pernapasan agar penderita asma lebih mudah melakukan respirasi. Senam Asma pada intinya adalah meningkatkan kebugaran tubuh dan kemampuan otot-otot pernapasan serta kemampuan bernapas secara menyeluruh yang kemudian akan mengarah pada penurunan frekuensi serangan asma. Jenis penelitian ini dengan menggunakan pendekatan retrospektif observasional. Subyek penelitian adalah anggota Klub Asma Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Instrumen penelitian dengan kuesioner yang langsung dibagikan kepada penderita asma yang mengikuti senam asma dan teknik pelaksanaan dengan menentukan variabel yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil analisa data statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon dan diolah dengan menggunakan SPSS Windows 2000 dengan taraf signifikan 0,05, diperoleh hasil Z = -5,615 dengan P = 0,000, dimana P<0,05 artinya Ha diterima bahwa ada perbedaan antara frekuensi serangan asma sebelum dan sesudah melakukan senam asma (signifikan).
Penelitian relevan kedua yang dilakukan oleh Ditha Diana, Bastaman Basuki, Jull Kurniarobbi dengan judul Low physical activity and other risk factors increased the risk of poor physical fitness in cement workers.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas fisik terkait pekerjaan yang rendah dan faktor resiko lainnya terhadap kebugaran jasmani pekerja. Metode subyek penelitian yang dilakukan pada bulan bulan Februari 2008 ini adalah pekerja di 15 departemen yang dipilih secara purposif di PT Semen Padang, Sumatera Barat. Tingkat aktivitas fisik diketahui dari kuesioner Panduan Pengalaman Belajar Lapangan I dan Program Integrasi Hipertensi Lansia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2003. Tingkat kebugaran jasmani diukur dengan menggunakan Harvard Step Test. Subyek penelitian adalah 937 laki-laki berusia 18-56 tahun. Subyek mempunyai tingkat kebugaran jasmani rendah sebesar 15,9%. Faktor resiko dominan terhadap kebugaran jasmani rendah adalah aktivitas fisik pekerjaan yang rendah, kebiasaan merokok, tidak berolahraga, hipertensi, diabetes melitus, dan asma. Subyek dengan aktivitas fisik terkait pekerjaan yang rendah dibandingkan subyek dengan aktivitas fisik tinggi mempunyai risiko 10,71 kali untuk kebugaran jasmani kurang [rasio odds suaian (ORa) = 10,71; interval kepercayaan (CI 95% = 4,71 – 24,33)]. Subyek yang tidak berolahraga dibandingkan dengan yang berolahraga mempunyai risiko 6,3 kali untuk kebugaran jasmani kurang (ORa = 6,30; CI 95% = 3,69-10,75). Kesimpulan Aktivitas fisik pekerjaan yang rendah, kebiasaan merokok, tidak berolahraga, hipertensi, diabetes melitus, dan asma merupakan faktor dominan terhadap kebugaran jasmani rendah. Oleh karena itu, selain memperlihatkan faktor-faktor berpengaruh tersebut, pekerja dengan tingkat aktivitas fisik rendah perlu melakukan latihan fisik.
G.     
Penyakit akibat pajanan kimia terhadap paru – paru menyebabkan kebugaran dan kesehatan menurun

Senam
Asma
- Paparan berulang dari debu kimia dan aroma senyawa kimia
- Kondisi tidak baik
VO2 max meningkat (kebugaran dan kesehatan), daya tahan tubuh meningkat, produktivitas kerja bertambah
Senam
Asma
VO2 max menurun (kebugaran dan kesehatan), daya tahan tubuh menurun, produktivitas kerja berkurang
Kerangka pikir










Gambar 2.5
Kerangka pikir
Keterangan bagan diatas menyebutkan bahwa para pegawai industri kimia yang setiap hari terpapar oleh fumes dan gas senyawa kimia  bisa bahkan sangat memungkinkan dapat mencederai paru – paru dan terkena penyakit paru akibat kerja seperti yang disebutkan diatas, dan hal tersebut mengakibatkan fungsional paru menurun dan tingkat kebugaran pekerja menurun (VO2 maksimal). Sehingga peneliti ingin mengangkat senam asma sebagai tindakan untuk mencegah hal tersebut, serta diharapkan dapat meningkatkan kebugaran dan kesehatan para pegawi industri kimia.
H.     
Dosis FIT (frekuensi, intensitas, time)
Subyek: Para pegawai industri kimia yang sering terpapar oleh fumes/gas kimia berbahaya
VO2 max mengalami peningkatan (kebugaran dan kesehatan meningkat), produktivitas bertambah
Kebiasaan buruk seperti merokok, faktor genetik
Kerangka konsep
Senam Asma
 






Gambar 2.6
Kerangka Konsep
Keterangan bagan diatas adalah yang menjadi subyek adalah para pegawai industri kimia yang sering terpapar oleh fumes/gas senyawa kimia, kemudian diberikan intervensi senam asma. Dosis adalah faktor yang masih bisa di kontrol oleh terapis, sedangkan faktor yang diluar garis putus – putus tidak bisa dikontrol oleh terapis. Diharapkan setelah intervensi senam asma VO2 max akan meningkat serta kebugaran dan kesehatan buruh akan lebih terpelihara.
I.         Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah: ada pengaruh terhadap pemberian senam asma dalam meningkatkan VO2 max pada pegawai industri kimia.

1 komentar:

  1. Hi kak ... kak boleh minta emailnya ? Ininjurnalnua berhubungan dengan skripsi pinki kak 😊. Terimakasih sebelumnya kak

    BalasHapus