Fisioterapi

Fisioterapi
kami disini sharing tentang dunia fisioterapi, kalau ada ilmu baru atau masukan bisa langsung komentar atau email, makasih

BAB II CTS


BEDA PENGARUH PEMBERIAN ULTRASOUND DENGAN ULTRASOUND DAN MOBILISASI SARAF TERHADAP PENGURANGAN NYERI PADA PASIEN CARPAL TUNNEL SYNDROME


SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma IV Fisioterapi


Diajukan oleh :
Dhita Nurfitriyah
NIM : P27226012023


PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TRANSFER
JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
                                                                              2013

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Carpal Tunnel Syndrome
Pergelangan tangan sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari seperti penggunaan tangan. Berikut ini akan dibahas dahulu mengenai anatomi fungsional dari pergelangan tangan, yaitu:
1.    Anatomi fungsional pergelangan tangan
Pergelangan tangan (Carpal) dibentuk oleh delapan tulang pergelangan tangan yang tersusun atas dua bagian. Bagian atas (proksimal) terdiri dari tulang Pisiforme, Triquetrum, Lunatum, dan Scaphoideum. Bagian bawah (distal) terdiri dari tulang Hamatum, Capitatum, Trapezoideum, dan Trapezium. Tulang-tulang tersebut bersendi dengan tulang Ulna dan Radius di bagian proksimal. Sedangkan di bagian distal bersendi dengan kelima tulang telapak tangan (Metacarpal).
Tulang-tulang Carpal ini susunannya membusur dengan bagian konkaf (cekung) menghadap ke arah telapak tangan (palmar) sehingga membentuk suatu ruangan. Ruangan ini tertudung oleh ligamentum carpi transversum terbentuklah suatu terusan yang sempit disebut terowongan karpal (DeWolf, 1994). Pada orang dewasa ukuran terowongan karpal ini dapat dilalui satu jari. Luas penampang tersempit lebih kurang 2,5 cm dan panjangnya lebih kurang 9 sampai 16 mm (Katz, 2002). Terowongan karpal dilalui oleh Nervus Medianus lihat gambar 2.1.

Gambar 2.1

Anatomi pergelangan tangan (Netter, 2006)
Keterangan gambar:
Gambar di atas menggambarkan bahwa Nervus Medianus (Median nerve) terletak di dalam terowongan karpal dan tertutupi oleh Transverse Carpal Ligament di atasnya. Nervus Medianus ini bercabang lagi hingga ke ujung jari tangan dan mempersarafi otot-otot thenar telapak tangan.
Nervus Medianus merupakan saraf yang terbentuk dari percabangan Plexus Brachialis yang berasal dari akar saraf Cervical 6 – Cervical 7 dari sisi lateral dan akar saraf Cervical 8 – Thoracal 1 pada sisi medial dari sistem saraf spinalis (Wikipedia, 2012). Nervus Medianus menghantarkan impuls sensorik dari kulit telapak tangan serta kulit bagian volar yang menutupi jari telunjuk, jari tengah dan jari manis (Sidharta, 1984).










Gambar 2.2
Persarafan otot oleh Nervus Medianus di pergelangan tangan (Burton, 1983)
Keterangan gambar:
Nervus medianus mempersarafi otot antara lain: pronator teres, flexor carpi radialis, palmaris longus, flexor digitorum provundus, flexor pollicis longus, pronator quadratus, abductor pollicis brevis, flexor pollicis brevis, opponens pollicis, index lumbrical, dan middle lumbrical.
Nervus Medianus terletak di dalam terowongan karpal yang rentan terjadi penyempitan akibat dari penekanan ligamen carpi transversus bila terjadi peradangan, maka sering menimbulkan keluhan seperti nyeri dan kesemutan di daerah yang di persarafi Nervus Medianus tersebut yang disebut juga CTS.
2.    Definisi Carpal Tunnel Syndrome
CTS merupakan neuropati jepitan yang paling banyak dijumpai, yaitu terjebaknya Nervus Medianus di dalam terowongan Karpal pada pergelangan tangan, di bawah fleksor retinakulum (DeJong, 1992). American Society for Surgery of the Hand mendefinisikan CTS sebagai kompresi neuropati dari Nervus Medianus di pergelangan tangan dimana saraf melewati bawah ligamentum karpal transversus (Burton, 1983).
CTS adalah neuropati akibat jebakan Nervus Medianus yang disebabkan oleh penekanan Nervus Medianus saat melalui terowongan karpal (Rosenbaum, 1993). Kumpulan gejala akibat penekanan pada Nervus Medianus ketika melalui terowongan karpal (Carpal Tunnel) di pergelangan tangan. Keluhan yang sering dirasakan dari adalah rasa nyeri dan kesemutan (paraesthesia). Keluhan ini terjadi di daerah otot yang dipersarafi oleh Nervus Medianus (Sidharta, 1984).
Keluhan tersebut merupakan penjalaran nyeri yang terjadi pada distribusi sensorik dari Nervus Medianus. Pasien CTS mengalami gangguan sensasi rasa yang menjalar hingga ke area telapak tangan dan ujung jari ke 1, 2, 3 dan setengah radial jari ke 4. Hal ini dapat tergambarkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.3
Distribusi sensorik Nervus Medianus di pergelangan tangan (Burton, 1983)
Keterangan gambar:
Gambar di atas menunjukkan bahwa Nervus Medianus memiliki percabangan hingga ke ujung jari tangan. Hal inilah yang menyebabkan gangguan sensasi pada telapak tangan pasien hingga ujung jari tangan ke 1, 2, 3 dan setengah sisi radial jari ke 4.
3.    Prevalensi Carpal Tunnel Syndrome
Pertama kali dikenal sebagai sindroma tangan secara klinik oleh Sir James Paget tahun 1854 pada fraktur yang telah lanjut. Lalu di tahun 1938 istilah CTS mulai diperkenalkan oleh Moersch (Moeliono, 1993 dikutip oleh Rambe, 2004).
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa di Amerika adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). Kejadian CTS pada populasi diperkirakan 3% pada wanita dan 2% pada laki-laki dengan prevalensi tertinggi pada wanita tua usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60 tahun (Davis, 2005 dikutip oleh Bahrudin, 2005).
Penelitian lain selama tahun 1998, yang dilakukan oleh National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) diperkirakan tiga dari setiap 10.000 pekerja di Amerika kehilangan waktu dari pekerjaan karena CTS. Setengah dari para pekerja kehilangan lebih dari 10 hari kerja. Biaya hidup rata-rata CTS, termasuk tagihan medis dan hilangnya waktu kerja, diperkirakan sekitar $ 30.000 untuk setiap pekerja yang terluka (NINDS, 2012).
4.    Etiologi Carpal Tunnel Syndrome
Etiologi CTS dapat terjadi pada keadaan yang menyebabkan penyempitan terowongan karpal misalnya trauma pada tangan bisa karena fraktur riwayat immobilisasi lama akibat operasi ataupun karena over use yang bersifat kronik pd pergelangan tangan, kelainan anatomis bawaan (herediter), gangguan pada otot dan tulang seperti akromegali osteofit yang dapat mempengaruhi struktur pergelangan tangan. Etiologi yang paling sering terjadi yaitu penebalan fleksor retinaculum karena proses radang seperti yang tergambar pada gambar 2.4 (Moeliono, 1993 dikutip oleh Rambe, 2004). Namun secara sekunder CTS dapat timbul juga pada penderita dengan Osteoarthritis, Diabetes Melitus, Miksedema, Amiloidosis atau wanita yang hamil (Sidharta,1984).

Penyakit sistemik lainnya misalnya kegemukan dan menopause karena gangguan keseimbangan hormon yang mengakibatkan penimbunan lemak atau cairan yang menimbulkan penyempitan dalam terowongan karpal (Katz, 2002).
Gambar 2.4
Potongan melintang (cross section) pergelangan tangan (Lippincott, 2001)
Keterangan gambar:
Tampak perbedaan terowongan karpal (Carpal Tunnel) pada pergelangan tangan (palm) yang normal dengan yang mengalami penekanan (compressed) sehingga terjadi penekanan pada Nervus Medianus (median nerve). Garis merah menandakan letak Nervus Medianus (median nerve). Area yang berwarna biru muda merupakan transverse carpal ligament (flexor retinaculum), sedangkan yang berwarna kuning merupakan Nervus Medianus (median nerve).
5.    Patologi Carpal Tunnel Syndrome
CTS terjadi pada dua fase yakni fase akut dan kronik. Pada CTS yang akut, biasanya terjadi kompresi yang melebihi tekanan perfusi kapiler, sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi saraf. Saraf menjadi iskemik, terjadi peninggian tekanan fasikuler yang juga akan memperberat keadaan iskemik ini (Moeliono, 1993 dikutip oleh Rambe, 2004).
Selanjutnya terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan edema yang menimbulkan terganggunya sawar darah saraf dan merusak saraf tersebut. Pengaruh mekanik atau tekanan langsung pada saraf tepi dapat pula menimbulkan invaginasi nodus Ranvier dan demieliminasi setempat sehingga konduksi saraf terganggu (Moeliono, 1993 dikutip oleh Rambe, 2004). Hal inilah yang menyebabkan nyeri dan kesemutan di pergelangan tangan pasien.
Pada CTS yang kronik, terjadi penebalan fleksor retinaculum yang menyebabkan tekanan terhadap Nervus Medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Kemudian saraf dan otot menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi Nervus Medianus terganggu secara menyeluruh (Moeliono, 1993 dikutip oleh Rambe, 2004).
6.    Gambaran klinis Carpal Tunnel Syndrome
Gejala awal, pasien sering terbangun di malam hari mengeluhkan tebal, nyeri dan kesemutan di ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis kecuali jari kelingking (Richard, 1983 dikutip oleh Bahrudin, 2005).
Gejala lainnya adalah pergelangan tangan serasa diikat ketat (tightness) dan kaku gerak (Moeliono, 1993 dikutip oleh Rambe, 2004).
            Pada tahap yang lebih lanjut kekuatan tangan menurun. Selain itu, seringkali penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil terutama fungsi menggenggam serta dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang dipersarafi oleh Nervus Medianus (Sidharta, 1984).
B.       Ultrasound
Penanganan nyeri pada CTS dapat dilakukan dengan banyak hal, salah satunya adalah tindakan Fisioterapi. Terapi yang diberikan adalah pemberian modalitas Ultrasound (US).
1.    Definisi Ultrasound
US adalah suatu modalitas terapi yang menggunakan alat Ultrasound Machine yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang menghasilkan gelombang suara yang diproduksi oleh transducer piezoelectric dan memerlukan media rambatan seperti air atau gel (Peat, 1988).
US adalah energi gelombang suara yang sifatnya longitudinal dan memerlukan media untuk dapat merambat misalnya air atau gel. Pada pengobatan biasanya digunakan frekuensi sekitar 0,75 MHz sampai dengan 3 MHz, dimana gelombang suara ini tidak tertangkap oleh telinga manusia (Clayton, 1981).
2.    Teknik aplikasi Ultrasound pada Carpal Tunnel Syndrome
US tidak dapat merambat di udara, maka diperlukan media kopling antara transducer dan area tubuh pasien. Ada dua teknik yang umum yaitu: (1) Kontak langsung dengan menggunakan gel untuk memaksimalkan transmisi US ke dalam jaringan, (2) under water atau menggunakan baskom dan tas berisi air biasanya dilakukan bila kontak langsuung tidak memungkinkan untuk diberikan atau pada permukaan yang tida rata seperti pada jari-jari tangan (Clayton, 1981).
Transducer harus bergerak terus-menerus pada area tubuh pasien selama terapi. Gerakan diperlukan untuk meminimalkan pemanasan yang tidak merata di dalam jaringan. Ada dua teknik umum gerakan pada transducer yaitu: (1) Gerakan sirkuler berupa gerakan melingkar kecil untuk mengobati daerah yang lebih sempit, (2) gerakan paralel berupa gerakan ke atas ke bawah garis paralel biasanya digunakan untuk mengobati wilayah yang lebih luas (Peat, 1988).
3.    Dosis Ultrasound pada Carpal Tunnel Syndrome
Frekuensi pada transducer US yang digunakan pada kasus CTS adalah 1 MHz karena penetrasinya lebih dalam dengan ERA (efecttive radiating area) sebesar 1-3 cm. Dosis US untuk menghilangkan rasa sakit dan penurunan edema menurut Peat yang merekomendasikan dosis US dengan intensitas 0,5 sampai dengan 1,0 Watts/cm2 selama 2 sampai 5 menit (Peat, 1988).
Menurut Clayton, dosis US diberikan sesuai kondisi CTS baik akut maupun kronik. Dosis US pada tahap awal kondisi akut diberi dosis rendah 0,25 atau 0,5 watt/cm2 digunakan selama 2 sampai 3 menit menggunakan arus pulsed atau berdenyut akan mengurangi efek pemanasan yang bisa menimbulkan gejala. Sedangkan dosis US pada kondisi kronik dapat diobati dengan baik menggunakan arus berdenyut (pulsed) atau terus-menerus (continuous). Pemberian US arus continuous dan intensitas yang maksimal pada US akan menghasilkan kehangatan lebih terasa pada jaringan. Awalnya dosis yang diberikan biasanya 0,8 watt/cm2 selama 4 menit untuk melihat bahwa tidak ada efek samping. Jika hasilnya ada perbaikan, dosis dapat ditingkatkan secara bertahap. Menurut Clayton, dosis 2 watt/cm2 selama 8 menit dianggap dosis maksimal yang diijinkan (Clayton, 1981).
4.    Efek Ultrasound terhadap Carpal Tunnel Syndrome
Efek US terhadap CTS terbagi menjadi efek thermal dan non-thermal. Efek thermal yang menghasilkan panas dapat meningkatkan aktifitas metabolik, aliran darah dan efek analgesic pada jaringan saraf serta dapat meningkatkan ekstensibilitas jaringan kolagen di pergelangan tangan (Baker, 2001). Efek termal US lainnya terhadap CTS adalah perbaikan sirkulasi darah di sekitar pergelangan tangan, meningkatkan ambang rangsang nyeri, meningkatkan aktivitas enzimatik, dan perubahan aktivitas kontraktil otot terutama otot yang dipersarafi Nervus Medianus (Michlovitz, 1996).
Sedangkan efek non-thermal dari US yaitu terjadinya kavitasi yang membantu proses penyembuhan peradangan dan perbaikan jaringan saraf pada CTS (Baker, 2001 dikutip oleh Physical Care Therapy, 2009). Efek non termal US lainnya digunakan untuk meningkatkan metabolisme dan mengubah permeabilitas membran terhadap jaringan agar dapat mempercepat pemulihan jaringan yang rusak akibat peradangan pada CTS (Cameron, 1999).
Selain itu ada pula efek mekanik terhadap CTS dari gelombang suara pada US. Gelombang suara pada US menimbulkan peregangan dan perapatan di dalam jaringan saraf di pergelangan tangan sehingga menghasilkan efek mekanik yang disebut micromassage (Michlovitz, 1996). Hal inilah yang dirasakan pasien dapat mengurangi nyeri pada pergelangan tangannya akibat CTS.
5.    Indikasi Ultrasound pada Carpal Tunnel Syndrome
Indikasi pemberian US diberikan pada dua kondisi yakni: (1) Cedera jaringan lunak yang masih baru dan peradangan pada CTS sebagai efek mekanik membantu menghilangkan eksudat traumatis dan mengurangi bahaya pembentukan adhesi. Analgesia yang dihasilkan oleh US memungkinkan sintesis protein yang merangsang laju perbaikan jaringan lunak yang rusak dan mengalami peradangan pada pergelangan tangan, Sintesis protein dapat merangsang laju perbaikan jaringan yang rusak. Kondisi peradangan pada CTS diobati dengan dosis yang tepat dari US akan membantu mengurangi peradangan tersebut, (2) jaringan parut yang diberikan US dibuat lebih lunak sehingga lebih efektif untuk penyembuhan bekas luka, (3) efek mekanik dari US memiliki efek pada edema kronis dengan menguraikan adhesi terbentuk antara struktur yang berdekatan (Clayton, 1981).
6.    Kontra Indikasi Ultrasound pada Carpal Tunnel Syndrome
Selain memiliki indikasi yang efektif pada CTS, US pun memiliki kontra indikasi yang harus diperhatikan pada beberapa kondisi seperti: (1) Kondisi vaskular yakni tromboflebitis yang dapat menyebabkan emboli insonation yang dilakukan dengan US, (2) pada kondisi neuropati diabetika pada penderita CTS yang disertai dengan Diabetes Mellitus diberikan US harus memperhatikan dosis karena dapat membuat komplikasi lain seperti gangren, (3) Radioterapi memiliki efek buruk pada jaringan, sehingga US tidak diterapkan ke daerah terpancar radiasi selama enam bulan setelah radiasi, (4) Tumor ganas karena dapat dirangsang pertumbuhan dan metastasisnya dengan US, (5) kehamilan diberikan US pada uterusnya dapat menghasilkan kerusakan janin (Scanning Ultrasonografi sebagai alat bantu diagnostik dalam kehamilan berbeda dari US yang digunakan untuk tujuan terapeutik), (6) penyakit jantung hendaknya diberikan intensitas rendah untuk menghindari rasa sakit tiba-tiba karena risiko stimulasi jantung, serta (7) pasien yang dilengkapi dengan alat pacu jantung (pacemaker) biasanya tidak diobati dengan US di daerah dada (Clayton, 1981).
C.      Mobilisasi Saraf
Intervensi alternatif yang diberikan adalah Mobilisasi Saraf. Intervensi ini masih dikembangkan dan harus diperhatikan dalam pemilihan metode yang tepat untuk pemulihan mekanis terhadap jaringan saraf.
1.    Definisi Mobilisasi Saraf
Mobilisasi Saraf (Neuro Mobilization atau Neuro dynamic) adalah teknik manipulatif dimana jaringan saraf digerakkan dan diulurkan baik gerakan yang relatif terhadap jaringan interface di sekitarnya (Ashok, 2011).
Mobilisasi saraf merupakan suatu bentuk pemeriksaan dan terapi untuk kondisi gangguan mekanik atau dinamik dari jaringan saraf atau pada jaringan yang berada di sekitar jaringan saraf (jaringan interface) dengan prinsip berdasarkan pada severity yaitu (berat ringan keluhan), irritability (perangsangan) dan nature of symptom yaitu gejala patologinya (Buttler, 1991).
2.    Teknik aplikasi Mobilisasi Saraf pada Carpal Tunnel Syndrome
Prinsip dasar dari mobilisasi saraf adalah penguluran jaringan saraf. Hal ini menimbulkan ketegangan saraf (tension) yang dapat mempengaruhi suplai aliran darah pada jaringan saraf (Shacklock, 2005).
Pada umumnya gerakan tubuh fisiologis dapat ikut menggerakkan saraf terhadap jaringan interface tapi tidak meningkatkan ketegangan saraf (tension), kecuali ditambahkan gerakan-gerakan khusus sesuai dengan perjalanan anatomi saraf tersebut. Jika gerakan tersebut dilakukan pada saat saraf ditingkatkan ketegangannya, maka yang terjadi adalah semakin meningkatnya ketegangan intraneural tetapi hanya sedikit gerakan pada saraf terhadap jaringan interface (Setiawan, 2011).
Jaringan interface tersebut mempengaruhi gerakan dari jaringan saraf tetapi gerakan atau fungsi saraf yang normal diperlukan dalam mengatur jaringan interface tersebut. Mobilisasi saraf ini diberikan dengan menggerakkan jaringan saraf dan jaringan interface tersebut dengan gentle dan spesifik, maka diharapkan suplai darah dan sirkulasi aksoplasma akan membaik, dapat melakukan mobilisasi jaringan saraf, jaringan konektif saraf dan restriksi saraf serta akan menstimulasi penyembuhan jaringan tersebut (Setiawan, 2011).
Pemberian Mobilisasi Saraf ini memiliki tujuan umum yakni memulihkan gerakan secara penuh tanpa ada keluhan nyeri (pain free movement) dalam kontrol postural yang normal. Hal tersebut dapat tercapai melalui: (1) Pembebasan iritasi neural non acute head-neck-trunk, (2) peningkatan kelenturan neural, (3) pelepasan adhesi neural, (4) normalisasi mikrosirkulasi neural, (5) koreksi postural, (6) mobilisasi sendi dan jaringan lunak, serta (7) pemulihan fungsi terutama fungsi tangan (Setiawan, 2011).
3.    Dosis Mobilisasi Saraf pada Carpal Tunnel Syndrome
Dosis pemberian Mobilisasi saraf yang biasa diaplikasikan berdasarkan FITT (Frekuensi, Intensitas, Tipe dan Time). Frekuensi pemberian tergantung dari jenis fasenya bila masih akut dapat diberikan sekali sehari, bila sudah kronik dapat diberikan satu sampai tiga kali sehari.
Intensitas Mobilisasi Saraf dapat dilihat dari grade menurut Maitland, 2002 bahwa (1) grade 1 diberikan dengan amplitudo kecil dilakukan sebelum lingkup gerakan yang terbatas (terasa ada tahanan) dan atau nyeri, (2) grade 2 ialah gerakan dengan amplitudo besar tetapi tetap dilakukan sebelum lingkup gerakan yang terbatas dan atau nyeri, (3) grade 3 gerakan dengan amplitudo besar dilakukan sampai (di dalam) lingkup gerakan yang terbatas (terasa ada tahanan) dan atau nyeri, (4) grade 4 yakni gerakan dengan amplitudo kecil dilakukan sampai (di dalam) lingkup gerakan yang terbatas dan atau nyeri (Maitland, 2002 dikutip oleh Setiawan, 2011).
Mobilisasi Saraf dapat diberikan pada anggota gerak bawah menggunakan LLTT (Low Limb Tension Test) dan juga pada anggota gerak atas menggunakan (Upper Limb Tension Test). Pada penelitian ini tipe Mobilisasi Sarafnya dilakukan pada anggota gerak atas dengan ULTT. Teknik ULTT dibagi 4 gerakan, yaitu: (1) ULTT 1 dominasi pada Nervus Medianus menggunakan gerakan abduksi bahu, (2) ULTT 2a dominasi pada Nervus Medianus menggunakan gerakan depresi skapula (shoulder girdle) dan eksorotasi bahu, (3) ULTT 2b dominasi pada Nervus Radialis menggunakan gerakan depresi skapula (shoulder girdle) dan endorotasi bahu, serta (4) ULTT 3 dominasi pada Nervus Ulnaris menggunakan gerakan abduksi bahu dan fleksi siku (Setiawan, 2011).
Bentuk gerakan Mobilisasi Saraf ada tiga variasi gerakan, antara lain: (1) Mobilisasi yakni gerakan memindahkan atau menggeser saraf dalam batas lingkup gerak sendinya, (2) stretching yakni gerakan meregangkan saraf, dan (3) flossing yakni gerakan seperti membersihkan sela-sela gigi dengan benang. Lamanya pemberian (Time) dilakukan selama lima sampai sepuluh menit diulangi tiga kali (Setiawan, 2011).
4.    Efek Mobilisasi Saraf terhadap Carpal Tunnel Syndrome
Mobilisasi jaringan saraf pada CTS memiliki efek mekanis yang mempengaruhi dinamika pembuluh darah, meningkatkan kerja sistem transportasi aksonal dan jaringan ikat di pergelangan tangan, meningkatkan aliran darah ke jaringan saraf di sekitar pergelangan tangan, restorasi mekanika normal dari jaringan ikat sehingga mengurangi kemungkinan saraf yang terperangkap dalam jaringan ikat sekitarnya serta meningkatkan proses intraneural oleh perubahan tekanan dalam sistem saraf dan penyebaran dari edema intraneural (Ashok, 2011).
Efek lain pemberian Mobilisasi Saraf pada CTS yaitu: (1) Melepaskan iritasi saraf karena adanya penjebakan saraf yg terjadi pada Nervus Medianus dan tercetus karena pemakaian tangan yang berlebihan, (2) meningkatkan kelenturan Nervus Medianus, (3) melepaskan perlengketan saraf akibat penekanan di terowongan karpal, (4) normalisasi sirkulasi darah di jaringan saraf pergelangan tangan, (5) pemulihan fungsi tangan, dan (7) mobilisasi jaringan lunak (Butler, 1991).
5.    Indikasi Mobilisasi Saraf pada Carpal Tunnel Syndrome
Indikasi pemberian mobilisasi saraf secara umum adalah pada kelainan saraf tepi yang konduktasinya masih baik, tetapi sensitisasinya terganggu seperti hyperaestesia, kesemutan dan kondisi nyeri lain yang bersifat tajam, menjalar pada daerah dermatomnya dan unfamiliar. Indikasi pemberian Mobilisasi Saraf diberikan tergantung tempat cederanya, bila pemberian ULTT indikasi diberikan pada bagian upper quadran seperti kepala, leher, bahu, lengan maupun pergelangan tangan. Sedangkan aplikasi LLTT indikasi untuk lower quadran seperti trunk dan knee. Contoh kasus untuk upper quadrant adalah Cervical Radiculopathy atau Cervicobrachialgia atau Cervical Root Syndrome, Thoracic Outlet Syndrome, lateral dan medial elbow pain, serta terutama pada Carpal Tunnel Syndrome dan penyakit saraf tepi lainnya (Setiawan, 2011).
Sedangkan contoh kasus untuk lower quadrant adalah Lumbar Radiculopathy atau Ischialgia atau Meralgia, Piriformis Syndrome, Hamstring Injury, Knee Pain, Heel Pain atau Tarsal Tunnel Syndrome (Setiawan, 2011).
6.    Kontra Indikasi Mobilisasi Saraf pada Carpal Tunnel Syndrome
.Mobilisasi Saraf dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk mendiagnosa suatu gejala yang dirasakan pasien, tapi dapat juga sebagai bentuk terapi. Jika pada pemeriksaan terdapat gangguan sensitisasi maka Mobilisasi Saraf dapat digunakan sebagai terapi, tapi jika sensitisasinya diperiksa negatif, maka Mobilisasi Saraf tidak dapat dipakai sebagai terapi (Setiawan, 2011).
Kontra indikasi secara umum adalah kondisi yang irritable, peradangan yang masih baru dan nyeri hebat, tumor, gejala lesi medulla spinalis dan kondisi lain yang bila dilakukan Mobilisasi pada jaringan Saraf akan terjadi pemburukan gejala (Setiawan, 2011).
D.      Nyeri Pada Carpal Tunnel Syndrome
Penelitian ini dilakukan pada pasien CTS untuk membantu mengatasi keluhan yang dirasakan agar dapat menjalankan kembali aktivitas sehari-hari. Keluhan yang biasa dirasakan pasien CTS adalah nyeri.
Nyeri merupakan keluhan yang selalu muncul baik dalam bentuk penyakit maupun gangguan fungsi gerak pada tubuh manusia. Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang terkait dengan kerusakan jaringan yang benar-benar ada atau berpotensi untuk terjadi, atau dapat dideskripsikan sebagai kerusakan. Definisi ini menekankan bahwa tanpa memandang ada atau tidaknya kerusakan jaringan yang dapat dikenali, nyeri adalah pengalaman kompleks yang memiliki beragam dimensi (Kuntono, 2011).
Proses penghantaran nyeri lazimnya terjadi melalui empat proses, yakni: (1) Transduksi ialah proses yang melibatkan konversi energi dengan stimulus termal atau mekanik menjadi impuls saraf oleh reseptor sensorik yang disebut nociceptor, (2) transisi ialah tahap dimana impuls saraf ini ditransmisi dari tempat transduksi (tepi/perifer) ke saraf spinal dan otak, (3) persepsi ialah proses apresiasi sinyal di otak sebagai nyeri, penentuan pengertian dan respon perilaku, (4) modulasi ialah tahap masukan/input berupa inhibisi dan fasilitasi dari otak mempengaruhi transmisi nociceptive pada tingkat saraf spinal (Kuntono, 2011).
Nyeri diklasifikasikan berdasarkan parameter seperti durasi nyeri (akut dan kronik), patofisiologi yang mendasarinya (nosiseptif dan neuropatik). CTS adalah salah satu bentuk nyeri neuropatik karena nyeri yang disebabkan oleh lesi atau disfungsi sistem saraf dimana letak kerusakan terjadi pada pembungkus saraf ataupun pada serabut saraf (Meliala, 2005).
Nyeri neuropatik disebabkan oleh suatu luka/lesi di dalam sistem saraf perifer atau pusat. Hal itu karena pemrosesan sinyal yang abnormal pada sistem saraf perifer atau pusat akibat perlukaan atau kerusakan sistem saraf tersebut. Penyebab umum nyeri neuropatik meliputi trauma, peradangan, penyakit metabolik (seperti Diabetes Mellitus), tumor, toksin, dan penyakit neurologis primer lainnya. Nyeri neuropatik dirasakan seperti terbakar, seperti tersengat listrik atau seperti jotosan dan pemuntiran (Kuntono, 2011).
Pada CTS akan terjadi proses peradangan yang menyebabkan peningkatan alogenic agent dan merangsang chemical nociceptor sehingga timbul rangsangan nyeri. Sinyal nyeri dalam bentuk impuls listrik akan dihantarkan oleh serabut saraf nosiseptor tipe C dan A delta yang bersinaps dengan neuron di kornu dorsalis medulla spinalis. Sinyal kemudian diteruskan melalui traktus spinothalamikus di otak, dimana nyeri dipersepsi dan dimodulasikan (Broonkoff, 2000 dikutip oleh Wahyu, 2011).
E.       Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di tahun sebelumnya.
1.    Penelitian Bakhtiary dan Rashidy tahun 2004
Penelitian yang dilakukan di tahun 2004, membandingkan US dengan terapi laser pada pasien CTS, dimana US lebih efektif dalam perbaikan tingkat nyeri yang sebanding dengan pemberian splinting atau suntikan kortikosteroid tetapi tidak termasuk komplikasi atau keterbatasannya. US yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan frekuensi 1 MHz, intensitas 0,5 W/cm2 diberikan dengan arus kontinyus selama 6 menit. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa US dapat mempercepat proses penyembuhan pada kerusakan jaringan dimana US lebih signifikan dalam mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan menggenggam, mengubah parameter elektrofisiologi saraf ke arah normal dibandingkan dengan terapi laser pada pasien CTS dengan keluhan ringan sampai sedang (Bakhtiary dan Rashidy, 2004 dikutip oleh Physical Care Therapy, 2009).
2.    Penelitian Wilgis dan Murphy tahun 1986
Penelitian yang dilakukan terhadap 15 kadaver menunjukkan bahwa saraf medianus dan ulnaris bergerak longitudinal pada siku rata-rata 7,3 mm dan 9,8 mm, masing-masing dilakukan full fleksi dan esktensi dengan nilai 15,5 mm dan saraf ulnaris 14,8 mm mengindikasikan bahwa posisi dimana anggota gerak saat neural tension tests memberikan regangan pada struktur saraf. Pada studi dengan tubuh hidup yang utuh kaliper digital digunakan untuk menguji gerakan saraf (nerve excursion) dan ukuran microstrain mengukur regangan ketika upper limb neural tension test dilakukan. Hasilnya menunjukkan bahwa tes median nerve tension menyebabkan regangan pada median nerve sebesar 7,6% dan tes ulnar-nerve tension test menyebabkan peregangan sebesar 2,1% pada ulnar nerve (Wilgis dan Murphy, 1986 dikutip oleh Physical Care Therapy, 2009).
3.    Penelitian Saiful Anwar tahun 2011
Penelitian tentang perbandingan pengaruh kedua intervensi ini yang diteliti oleh mahasiswa Fisioterapi Politeknik Kesehatan Surakarta mengambil subyek penelitian di RSUD Kota Semarang berjumlah 10 orang dibagi dua kelompok perlakuan, kelompok satu perlakuan US dan Mobilisasi Saraf dan kelompok dua hanya diberi perlakuan US. Pemberian Mobilisasi Sarafnya menggunakan teknik ULTT 1 dan pemberian US arus continuous, intensitas 0,5-1 W/cm2 frekuensi 1 MHz diberikan selama 6 menit, pengulangan 10 kali dengan tahanan di akhir gerakan selama 3 detik dilakukan seminggu 2 kali dalam sebulan, latihan 3 set. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian US dan Mobilisasi Saraf dapat mengurangi nyeri yang dirasakan pasien CTS dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan US (Anwar, 2011).
F.      
Penyempitan pada terowongan karpal tangan
Penekanan Nervus Medianus
CTS
Nyeri di pergelangan tangan
US
US dan Mobilisasi
Saraf
Nyeri di pergelangan tangan berkurang
- aktivitas tangan
yang berlebihan
- posisi yang tidak
nyaman saat kerja
Penebalan flexor retinaculum
Penyakit lain:
- Diabetes Mellitus
- Kegemukan
- Menopause
- Osteoarthritis
- Miksedema
- Amiloidosis
Peradangan pada pergelangan tangan
Kerangka Pikir
                                                                 












Gambar 2.5
Kerangka pikir
Aktivitas tangan yang berulang dan berlebihan serta posisi tangan yang tidak nyaman yang menyebabkan terjadinya peradangan pada pergelangan tangan sehingga menimbulkan penebalan fleksor retinaculum dan juga menyempitkan terowongan karpal lalu menekan Nervus Medianus dan timbullah CTS. Penyakit lain yaitu Diabetes Mellitus, Miksedema, Amiloidosis, Osteoarthritis, kegemukan dan Menopause. Keluhan yang dirasakan adalah nyeri di pergelangan tangan. Lalu dilakukan perbandingan intervensi antara pemberian US saja dengan kombinasi pemberian US dengan Mobilisasi Saraf dalam mengurangi nyeri dan diharapkan nyeri di pergelangan tangan tersebut dapat berkurang.
G.     
-  Medika mentosa
-  Aktivitas subyek
US
- Dosis (Frekuensi, Durasi,
Intensitas, Tipe)
- Keterampilan Fisioterapi
Subyek :
Pasien CTS dengan keluhan nyeri yang memenuhi kriteria penelitian
Nyeri di pergelangan tangan berkurang
US dan
Mobilisasi Saraf
-  Medika mentosa
-  Aktivitas subyek
dibandingkan
Nyeri di pergelangan tangan berkurang
Kerangka Konsep Penelitian











Gambar 2.6
Kerangka konsep penelitian
Keterangan gambar:
Subyek merupakan pasien CTS dengan keluhan nyeri yang telah memenuhi kriteria penelitian yang akan dijelaskan lebih lanjut pada BAB III. Subyek tersebut dibagi dua kelompok perlakuan, yaitu kelompok perlakuan US dengan kelompok perlakuan US dan Mobilisasi Saraf. Kedua kelompok perlakuan ini dilakukan perbandingan pengurangan nyeri setelah diberikan perlakuan. Penelitian ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat dikendalikan oleh peneliti yang berada di dalam garis putus-putus. Ada pula faktor yang terdapat di luar garis putus-putus yang tidak dapat dikendalikan oleh peneliti yang dapat mengganggu jalannya penelitian.
H.      Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah: (1) Ada pengaruh pemberian US terhadap pengurangan nyeri pada pasien CTS. (2) Ada pengaruh pemberian US dan Mobilisasi Saraf terhadap pengurangan nyeri pada pasien CTS. (3) Ada beda pengaruh antara US dengan US dan Mobilisasi Saraf terhadap pengurangan nyeri pada pasien CTS. (4) US dan Mobilisasi Saraf lebih baik daripada US terhadap pengurangan nyeri pada pasien CTS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar