PENGARUH
SENAM LANSIA TERHADAP TINGKAT STRES
PADA
LANSIA
SKRIPSI
Untuk
Memenuhi Sebagian Persyaratan
Menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma IV Fisioterapi
Diajukan
oleh :
Desy Erna
Pratiwi
P27226012021
PROGRAM
STUDI DIPLOMA IV TRANSFER
JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK
KESEHATAN SURAKARTA
2013
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik
Subyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Panti Wredha Dharma Bakti
Surakarta pada tanggal 22 Februari 2013 sampai dengan 17 April 2013. Subyek
penelitian ini adalah semua lansia yang tinggal di Panti Wredha Dharma Bakti
Surakarta yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subyek yang didapatkan
sebanyak 31 orang terdiri dari 18 orang laki-laki dan 13 orang perempuan. Kemudian
3 orang mengalami drop out karena
tidak mengikuti senam sebanyak 2 kali berturut-turut dan tidak mengikuti
evaluasi akhir setelah program senam lansia selesai. Jadi total subyek adalah
28 orang dengan 17 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. Subyek diberikan
perlakuan senam lansia selama 8 minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu. Karakteristik
subyek penelitian ini secara umum dibagi berdasarkan distribusi jenis kelamin, umur, indeks massa tubuh (IMT), keberadaan keluarga,
penghasilan, dan aktivitas subyek penelitian.
1. Distribusi
karakteristik subyek
penelitian berdasarkan jenis
kelamin
Jumlah subyek yang berpartisipasi sebanyak 28 orang
yakni subyek laki-laki sebanyak 17 orang (60,7%) dan subyek perempuan sebanyak
11 orang (39,3%) seperti terlihat di tabel 4.1 di bawah ini.
TABEL 4.1
KARAKTERISTIK SUBYEK BERDASARKAN
JENIS KELAMIN
Jenis Kelamin
|
Frekuensi
|
Persentase
|
Laki-laki
|
17 orang
|
60,7%
|
Perempuan
|
11 orang
|
39,3%
|
Total
|
28 orang
|
100%
|
Sumber : data primer, 2013
2. Distribusi karakteristik subyek berdasarkan umur
Subyek yang digunakan adalah lansia dengan rentang umur
60-74 tahun. Hal ini sesuai batasan umur menurut WHO, lanjut usia (elderly) adalah umur antara 60-74 tahun
(Azis, 1994). Berdasarkan tabel 4.2 di bawah ini dapat dilihat bahwa jumlah
subyek yang berpartisipasi sebanyak 28 orang terdiri dari subyek dengan rentang
umur 60-64 tahun sebanyak 1 orang, rentang umur 65-69 tahun sebanyak 10 orang,
dan rentang umur 70-74 tahun sebanyak 17 orang. Umur minimum 63 tahun, umur
maksimum 74 tahun, rerata umur 69,96 dan standar deviasi 3,316.
TABEL 4.2
KARAKTERISTIK SUBYEK PENELITIAN
BERDASARKAN UMUR
Kategori Usia (th)
|
Subyek
|
Persentase
|
60-64
|
1
orang
|
3,6 %
|
65-69
|
10
orang
|
35,7 %
|
70-74
|
17
orang
|
60,7 %
|
Jumlah
|
28 orang
|
100 %
|
Sumber : data primer, 2013
3. Distribusi karakteristik subyek berdasarkan indeks
massa tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh (IMT) dihitung dengan cara berat
badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2). Klasifikasi IMT dewasa menurut
Kemenkes RI (2010) dalam Riyadi (2013) adalah < 17,0 : sangat kurus
(kekurangan berat badan tingkat berat), 17,0 – 18,4 : kurus (kekurangan berat
badan tingkat ringan), 18,5 – 25,0 : normal, 25,1 – 27,0 : kegemukan (kelebihan
berat badan tingkat ringan), dan > 27,0 : sangat gemuk/over weight
(kelebihan berat badan tingkat berat).
Dari tabel 4.3 di bawah ini dapat diketahui distribusi
karakteristik IMT pada subyek penelitian terkumpul pada kategori IMT normal
yaitu sebanyak 25 orang (89,2%). IMT minimum 18,49 kg/m2, IMT maksimum 31,05
kg/m2, dan rerata IMT subyek 21,4868, dengan standar deviasi 2,61124.
TABEL 4.3
KARAKTERISTIK
SUBYEK PENELITIAN BERDASARKAN IMT
Klasifikasi
IMT (kg/m2)
|
Jumlah (n)
|
Persentase
|
< 17,0
|
0 orang
|
0 %
|
17,0 - 18,4
|
1 orang
|
3,6 %
|
18,5 – 25,0
|
25 orang
|
89,2 %
|
25,1 – 27,0
|
1 orang
|
3,6%
|
>27,0
|
1 orang
|
3,6 %
|
Jumlah
|
28 orang
|
100 %
|
Sumber : data primer, 2013
4. Distribusi karakteristik subyek berdasarkan keberadaan
keluarga
Keberadaan keluarga sangat berpengaruh terhadap
tingkat stres pada lansia, seperti halnya lansia di Panti Wredha Dharma Bakti
Surakarta. Dukungan, penghargaan, rasa hormat, dan rasa peduli dari keluarga
sangat besar pengaruhnya untuk menjauhkan atau meredakan stres pada lansia.
Orang yang menerima dukungan sosial, secara emosional akan merasa lega karena
diperhatikan, mendapat saran dan kesan yang menyenangkan pada dirinya (Haryadi,
2012). Berdasarkan tabel 4.4 di bawah ini diketahui bahwa dari 28 orang subyek
penelitian ini hanya 6 orang (21,4%) yang memiliki keluarga di luar panti dan
sisanya 22 orang (78,6%) tidak memiliki keluarga. Tinggal di Panti Wredha
merupakan pilihan satu-satunya.
TABEL 4.4
KARAKTERISTIK
SUBYEK BERDASARKAN KEBERADAAN KELUARGA
Keluarga
|
Frekuensi
|
Percent
|
Ada
|
6 orang
|
21,4 %
|
Tidak ada
|
22 orang
|
78,6 %
|
Total
|
28 orang
|
100%
|
Sumber : data primer, 2013
5. Distribusi karakteristik subyek berdasarkan
penghasilan
Terdapat 6 orang (21,4%)
dari 28 orang subyek memiliki penghasilan dan 22 orang (78,6%) lainnya tidak
berpenghasilan. Subyek yang berpenghasilan baik dari pensiunan ataupun dari
keluarga memiliki tingkat stres yang relatif lebih rendah dibandingkan subyek
yang tidak berpenghasilan. Mereka tidak perlu cemas jika menginginkan sesuatu.
Subyek yang tidak berpenghasilan, menggantungkan hidup sepenuhnya pada tempat
tinggal yakni di Panti Wredha. Mereka tidak memiliki kebebasan dalam memilih
atau meminta apa yang diinginkan. Hal inilah yang memicu timbulnya stres.
Keterangan lebih jelas bisa dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.
TABEL 4.5
KARAKTERISTIK
SUBYEK BERDASARKAN PENGHASILAN
Penghasilan
|
Frekuensi
|
Persentase
|
Ada
|
6 orang
|
21,4 %
|
Tidak ada
|
22 orang
|
78,6 %
|
Total
|
28 orang
|
100%
|
Sumber : data primer, 2013
6. Distribusi karakteristik subyek penelitian berdasarkan
aktivitas
Ada 11 orang (39,3%) dari 28 orang subyek penelitian memiliki
kesibukan dalam beraktivitas, dan ada 17 orang (60,7%) tidak memiliki aktivitas
apapun. Hal ini berpengaruh terhadap keadaan jiwa mereka. Subyek yang tidak
memiliki aktivitas sepanjang hari cenderung memiliki tingkat kebosanan tinggi
dan berpotensi juga memiliki tingkat stres yang tinggi. Bila menyibukkan diri
dalam aktivitas maka tidak ada waktu untuk memikirkan hal-hal yang sebenarnya
tidak perlu menyita perhatian, karena terlalu banyak melamun juga dapat
menimbulkan stres (Agustina, 2012). Berikut ini adalah tabel 4.6 yang
menunjukkan distribusi karakteristik subyek penelitian berdasarkan
aktivitasnya.
TABEL 4.6
KARAKTERISTIK
SUBYEK BERDASARKAN AKTIVITAS
Aktivitas
|
Frekuensi
|
Persentase
|
Ada
|
11 orang
|
39,3 %
|
Tidak ada
|
17 orang
|
60,7 %
|
Total
|
28 orang
|
100 %
|
Sumber : data primer, 2013
Distribusi karakteristik mean hasil dari kuisioner
tingkat stres sebelum dan sesudah perlakuan senam lansia dapat dilihat pada
tabel 4.7. Hasil sebaran data tingkat stres subyek penelitian berdasarkan hasil
kuisioner DASS 42 sebelum diberikan perlakuan dengan jumlah subyek 28 orang,
didapatkan nilai minimal 15, nilai maksimal 33, range 18, standar deviasi
5,474, dan rerata 21,50. Hasil sebaran data tingkat stres subyek penelitian
berdasarkan hasil kuisioner DASS 42 setelah diberikan perlakuan dengan jumlah
subyek 28 orang, didapatkan nilai minimal 6, nilai maksimal 23, range 17,
standar deviasi 3,793, dan rerata 11,36.
TABEL 4.7
SEBARAN DATA TINGKAT STRES DENGAN KUISIONER DASS 42 SEBELUM DAN SESUDAH PERLAKUAN
Variabel
|
Pre test
|
Post test
|
Rerata
|
21,50
|
11,36
|
Std. Deviasi
|
5,474
|
3,793
|
Nilai minimal
|
15
|
6
|
Nilai maksimal
|
33
|
23
|
Range
|
18
|
17
|
Sumber : data primer, 2013
B. Analisis
Statistik
1.
Uji normalitas
data
Uji normalitas dilakukan terlebih dahulu untuk melihat
sebaran data penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas
yang digunakan adalah Shapiro-wilk,
karena subyek penelitian ini kurang dari 50 orang (n≤ 50) dengan syarat nilai
probabilitas lebih dari 0,05 (p>0,05). Uji ini digunakan untuk menentukan
uji hipotesa yang digunakan parametrik atau non parametrik.
Hasil uji normalitas data menyatakan bahwa sebaran
data pada kelompok sebelum dan setelah perlakuan adalah tidak normal karena
nilai signifikasi (p) kurang dari 0,05. Sebaran data pada tingkat stres subyek
sebelum perlakuan memiliki nilai signifikasi (p) 0,008 dan tingkat stres
setelah perlakuan memiliki nilai signifikasi (p) 0,010. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kedua data tersebut berdistribusi tidak normal karena data dikatakan
memiliki distribusi normal apabila memiliki nilai p>0,05.
2.
Uji hipotesis
Hasil uji normalitas data menggunakan Shapiro-wilk menunjukkan bahwa sebaran data
sebelum dan setelah perlakuan adalah tidak normal. Oleh karena itu, uji
hipotesis yang digunakan adalah uji non parametrik dengan uji wilcoxon. Uji beda dengan menggunakan wilcoxon diperoleh nilai
signifikansi (p)
antara pre test dan post test adalah 0,000. Dari hasil pengujian tersebut diperoleh p<0,05,
hal ini menunjukkan
adanya perbedaan pengaruh pada kelompok sebelum dan setelah perlakuan (Ha diterima).
C.
Pembahasan
Melihat dari hasil penghitungan tingkat stres dengan
kuisioner DASS 42 setelah perlakuan menunjukkan adanya pengaruh dari senam
lansia terhadap tingkat stres pada lansia. Hal ini dilihat dari hasil signifikasi
menggunakan uji wilcoxon yang menghasilkan
nilai p<0,05 (Ha diterima). Hasil penelitian yang diperoleh ini, mendukung teori yang menyebutkan
bahwa senam lansia adalah salah
satu teknik untuk mengurangi tingkat
stres yang efektif
terhadap lansia.
Hasil
penelitian ini sesuai
penelitian Westerterp
et al (2002) yang berjudul Physical activity and oxidative stress in
the elderly. Hasilnya bahwa aktifitas fisik bisa mengurangi stres pada
lansia dengan latihan di pusat kebugaran selama 60 menit selama 3 kali seminggu
dalam 8 minggu atau 2 kali seminggu dalam 12 minggu. Peneliti lainnya Dunn et al (2005) berjudul Exercise Treatment for Depression, Efficacy
and Dose Response yang meneliti 80 orang yang didiagnosa depresi ringan
sampai sedang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektifitas latihan dalam
pengobatan depresi ringan sampai sedang, untuk mengetahui hubungan dosis
latihan dengan pengurangan gejala depresi. Kelompok perlakuan diberi aerobic exercise 3 kali seminggu selama
12 minggu dan kelompok lainnya placebo. Hasilnya ada penurunan tingkat depresi
pada kelompok yang diberi aerobic
exercise.
Sedangkan menurut Collingwood et al (2010) dalam Human
Kinetic The Information Leader in Physical Activity and Health dengan judul
Reduce Stress Trough Exercise,
olahraga pada lansia dapat menjadi sarana untuk mengurangi stres yang efektif
dengan cara melepaskan ketegangan dan kecemasan, dapat menjadi metode
relaksasi, olahraga teratur dapat menjadi pengalih perhatian dari hari-hari
stres dan dapat memberikan efek penenang melalui gerakan fisik alami. Latihan
dapat meningkatkan energi dan toleransi kelelahan, dapat membantu menjaga
elastisitas otot dan meminimalkan efek pemendekan otot karena tidak bergerak. Olahraga
secara teratur meningkatkan kesejahteraan emosional. Individu yang berolahraga
secara teratur tampil lebih santai dan tidak mudah cemas dan depresi.
Stres pada para lansia bisa diartikan sebagai kondisi
yang tak seimbang, adanya tekanan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang
biasanya tercipta ketika lansia tersebut melihat ketidaksepadanan antara
keadaan dan sistem sumber daya biologis, psikologis, dan juga sosial yang erat
kaitannya dengan respon terhadap ancaman dan bahaya yang dihadapi pada lanjut
usia. Para lansia rentan terhadap gangguan stres karena secara alamiah mereka
telah mengalami penurunan kemampuan dalam mempertahankan hidup, menyesuaikan
diri dengan lingkungannya, fungsi badan, dan kejiwaan secara alami (Haryadi,
2012).
Karakteristik subyek yang mempengaruhi tingkat stres
adalah diantaranya jenis kelamin, umur, indeks massa tubuh, keberadaan
keluarga, ada tidaknya penghasilan, dan aktivitas. Dari penelitian ini subyek
dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan memiliki resiko sama besar
dalam hal terserang stres. Sementara itu jika dilihat dari umur subyek, lansia
terutama pada rentang umur 65-74 tahun beresiko lebih besar mengalami stres
karena terjadi penurunan kondisi fisiologis dan timbulnya berbagai penyakit
degeneratif sehingga lansia ini membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa
beraktivitas. Selain itu cara pandang yang cenderung berpikir negatif juga
banyak memicu timbulnya stres pada lansia (Haryadi, 2012).
Menurunnya struktur fungsi tubuh lansia salah satunya
menyebabkan lansia tersebut mengalami obesitas dan akan lebih beresiko terhadap
berbagai macam penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, stroke, jantung, osteoporosis,
dan juga beresiko terhadap kesehatan jiwa yaitu timbulnya stres. Atau bisa juga
stres yang memicu timbulnya obesitas karena ada beberapa orang yang mengatasi
stres dengan cara makan sepuasnya. Apalagi lansia juga tidak aktif secara fisik
sehingga kalori yang dibakar sangat sedikit (Agustina, 2012).
Faktor keluarga juga sangat berperan besar dalam
kejadian stres para lansia. Dukungan keluarga sangat berperan signifikan untuk
menjauhkan stres pada lansia. Bagi lansia yang tinggal di Panti Wredha,
kehadiran dan kunjungan keluarga tentu saja memberi peran penting terhadap
resiko stres yang lebih kecil. Bagi lansia yang tidak memiliki keluarga lebih
beresiko memiliki tingkat stres yang tinggi karena tidak adanya dukungan dan
peran keluarga (Haryadi, 2012).
Lansia yang memiliki penghasilan berupa pensiun
misalnya akan beresiko lebih rendah terhadap stres, karena mereka telah
memiliki biaya untuk hari tua saat mereka sudah tidak lagi bekerja. Mereka
tidak perlu cemas tidak akan terpenuhi kebutuhannya atau akan merepotkan
keluarga karena terbebani oleh hidup mereka. Tapi dengan tidak adanya kegiatan
yang dilakukan oleh lansia, menyebabkan mereka mengalami stres. Akibat
psikologis dari hal ini adalah nantinya akan mempengaruhi kesehatan mental
seseorang. Lansia yang tidak beraktivitas atau bekerja sepanjang hari cenderung
memiliki tingkat kebosanan tinggi dan berpotensi juga memiliki tingkat stres
yang tinggi. Sedangkan mereka yang menyibukkan diri dalam aktivitas maka tidak
ada waktu untuk memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu menyita perhatian,
karena sebenarnya terlalu banyak melamun juga dapat menimbulkan stres
(Agustina, 2012).
Olahraga dengan teratur seperti senam lansia dapat
mencegah atau memperlambat kehilangan fungsional organ. Bahkan dari berbagai
penelitian menunjukkan bahwa latihan atau olahraga seperti senam lansia dapat
mengurangi berbagai resiko penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus,
penyakit arteri koroner dan kecelakaan. Semua senam dan aktifitas olahraga
ringan sangat bermanfaat untuk menghambat proses degeneratif. Senam ini sangat
dianjurkan untuk mereka yang memasuki usia pralansia (45 thn) dan usia lansia
(65 thn ke atas) (Sumosardjuno,1995).
Ketika seseorang merasakan bahaya dan ancaman, tubuh
akan melakukan pertahanan secara otomatis, yang dikenal dengan reaksi fight or flight atau reaksi stres. Pada
saat itu otak akan mengirim sinyal ke kelenjar anak ginjal untuk melepaskan
hormon adrenalin dan cortisol. Cortisol ini akan meningkatkan gula darah yang
terutama digunakan otak untuk berfikir dan mengatur respon. Adrenalin
dilepaskan sebagai respon alami tubuh terhadap stres, marah, atau ketakutan dan
menjadi respon yang bermanfaat untuk mempertahankan diri. Adrenalin memberikan
dorongan energi untuk menghindari atau mempertahankan diri dari ancaman. Namun
adrenalin yang dilepaskan diluar kendali dapat memicu kecenderungan agresif
serta menyebabkan gangguan tidur, gangguan konsentrasi, meningkatkan denyut
jantung, tekanan darah dan juga meningkatkan pasokan energi. Jika pikiran dan
tubuh selalu cemas karena stres yang berlebihan setiap hari, lama kelamaan
tubuh akan menghadapi masalah-masalah kesehatan serius seperti gangguan jantung,
masalah tidur, masalah pencernaan, depresi, obesitas, dan pelupa (Smith et al, 2012).
Senam lansia akan membantu tubuh tetap bugar dan segar
karena melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal, dan
peredaran darah lebih lancar (Sumosardjuno, 1995). Selain itu, olahraga teratur
seperti senam akan memompa produksi endorfin di otak yang akan memberi efek
rasa senang dan nyaman. Salah satu manfaat dari hormon ini adalah mengendalikan
stres dan meningkatkan kekebalan tubuh. Endorphin dalam tubuh bisa dipicu
munculnya melalui berbagai kegiatan, seperti dengan olahraga, pernapasan
dalam, relaksasi, serta meditasi.
Selain itu, olahraga secara teratur memungkinkan tubuh
untuk mengontrol situasi stres. Fisik yang terlatih akan memberi rasa percaya
diri dalam menghadapi situasi yang tak terduga dan pada gilirannya mampu
mengontrol pelepasan adrenalin dan mengurangi tingkat stres (Mayo clinic, 2012).
Efek minimal dari senam lansia adalah lansia merasa
bahagia dan gembira, tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar. Terlebih karena
senam lansia dilakukan secara berkelompok dan biasanya diiringi dengan musik sehingga
memberikan perasaan nyaman dan aman. Serta tercipta suatu keceriaan dan kebersamaan
sesama manusia lanjut usia lainnya (Setiawan, 2012). Olahraga teratur bisa
menjadi cara yang efektif untuk mengobati beberapa bentuk depresi, yang terjadi
jika stres tidak tertangani. Aktivitas fisik menyebabkan otak distimulasi dan
menyebabkan perasaan kesejahteraan. Olahraga juga bisa menjadi pengobatan yang
efektif untuk kegelisahan (Better Health
Channel, 2011).
Olahraga dapat membantu mempersiapkan tubuh dalam
menghadapi reaksi fisiologis dari stres. Olahraga terbukti dapat menurunkan
kecemasan, stres, depresi, dan tekanan (Wortman, 1999). Olahraga teratur dapat
menunda penurunan fungsi struktur pada lanjut usia. Penurunan struktur fungsi
pada lansia sebenarnya dapat dihambat dengan olahraga teratur. Jenis olahraga
yang sesuai untuk lanjut usia adalah berjalan, bersepeda, renang, dan senam
(Sasongko, 2011)
D.
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah : (1) jumlah subyek
yang didapat tidak cukup banyak, (2) tidak adanya kelompok kontrol penelitian
yang menjadi pembanding sehingga hasil penurunan tingkat stres pada penelitian
ini belum dapat digeneralisasi, (3) kurangnya pekerja lapangan yang membantu
mengawasi subyek, (4) kurangnya kesadaran para lansia di Panti Wredha Dharma
Bakti Surakarta terhadap pentingmya senam lansia terhadap kesehatan jiwa dan
raga.
boleh minta filenya buat pendukung pengerjaan skripsi
BalasHapusterimah kasih
kalo boleh di kirim ke email dayuyunita08@gmail.com