Fisioterapi

Fisioterapi
kami disini sharing tentang dunia fisioterapi, kalau ada ilmu baru atau masukan bisa langsung komentar atau email, makasih

BAB I CTS


BEDA PENGARUH PEMBERIAN ULTRASOUND DENGAN ULTRASOUND DAN MOBILISASI SARAF TERHADAP PENGURANGAN NYERI PADA PASIEN CARPAL TUNNEL SYNDROME


SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma IV Fisioterapi


Diajukan oleh :
Dhita Nurfitriyah
NIM : P27226012023


PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TRANSFER
JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
                                                                              2013

 
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Manusia sepanjang hidupnya melakukan kegiatan yang melibatkan seluruh anggota tubuhnya. Kegiatan tersebut dilakukan dalam upaya bertahan hidup, segala upaya tersebut berkaitan dengan berbagai aktifitas fungsional yang melibatkan kerja tim dari seluruh anggota tubuh, seperti menggunakan tangan untuk makan dan minum serta kaki untuk berjalan. Salah satu aktifitas fungsional manusia yakni dalam penggunaan tangan. Penggunaan tangan yang vital ini ada kaitannya dengan berbagai penyakit yang menyertai bila tangan digunakan dengan berlebihan. Salah satu penyakit tersebut antara lain Sindroma Terowongan Karpal atau Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
CTS merupakan neuropati jepitan yang paling banyak dijumpai, yaitu terjebaknya Nervus Medianus di dalam terowongan Karpal pada pergelangan tangan, di bawah fleksor retinakulum (DeJong, 1992). American Society for Surgery of the Hand mendefinisikan CTS sebagai kompresi neuropati dari nervus medianus di pergelangan tangan di mana saraf melewati bawah ligamentum karpal transversum (Burton, 1983).
Gejala awal, pasien sering terbangun di malam hari mengeluhkan tebal, nyeri dan kesemutan di ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis kecuali jari kelingking. Terkadang nyeri menjalar di lengan bawah dan bahkan setinggi bahu (Burton, 1983). Gejala lainnya adalah pergelangan tangan serasa diikat ketat (tightness) dan kaku gerak. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya (Moeliono, 1993 dikutip oleh Rambe, 2004).
National Health Interview Study (NHIS) memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa di Amerika adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). Kejadian CTS pada populasi diperkirakan 3% pada wanita dan 2% pada laki-laki dengan prevalensi tertinggi pada wanita tua usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60 tahun (Davis, 2005 dikutip oleh Bahrudin, 2005).
Penelitian lain selama tahun 1998, yang dilakukan oleh National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) diperkirakan tiga dari setiap 10.000 pekerja di Amerika kehilangan waktu dari pekerjaan karena CTS. Setengah dari para pekerja kehilangan lebih dari 10 hari kerja. Biaya hidup rata-rata CTS, termasuk tagihan medis dan hilangnya waktu kerja, diperkirakan sekitar $ 30.000 untuk setiap pekerja yang terluka (NINDS, 2012).
Oleh karena itu, apabila tidak segera ditangani dengan baik pada tahap yang lebih lanjut kekuatan tangan menurun. Selain itu, seringkali penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil terutama fungsi menggenggam serta dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh Nervus Medianus (Sidharta, 1984).
Penanganan nyeri pada CTS dapat dilakukan dengan banyak hal, salah satunya adalah tindakan Fisioterapi. Intervensi terapi yang diberikan adalah pemberian modalitas Ultrasound (US), pemakaian splint khusus tangan, mengajarkan latihan gerak aktif pada tangan serta menyarankan pasien untuk mengistirahatkan tangan yang mengalami CTS agar tidak digunakan secara berlebihan selama keluhan masih dirasakan. Pada penelitian ini, peneliti ingin membandingkan pemberian US dengan terapi lain yang masih jarang digunakan yakni pemberian teknik Mobilisasi Saraf.
Pertama yang akan dibahas adalah Ultrasound (US). US adalah suatu modalitas terapi yang menggunakan alat Ultrasound Machine yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang menghasilkan gelombang suara yang diproduksi oleh transducer piezoelectric dan memerlukan media rambatan seperti air atau gel (Peat, 1988). Efek biofisik US terbagi menjadi efek thermal dan non-thermal. Efek thermal dari US yang menghasilkan panas dapat meningkatkan aktifitas metabolik, aliran darah dan efek analgesic pada saraf serta dapat meningkatkan ekstensibilitas jaringan kolagen. Sedangkan efek non-thermal dari US yaitu terjadinya kavitasi yang membantu proses peradangan dan perbaikan jaringan pada CTS (Baker, 2001 dikutip oleh Physical Care Therapy, 2009).
Penelitian yang terbaru di tahun 2004, membandingkan Ultrasound dengan terapi laser pada pasien CTS, dimana US lebih efektif dalam perbaikan tingkat nyeri yang sebanding dengan pemberian splinting atau suntikan kortikostreoid tetapi tidak termasuk komplikasi atau keterbatasannya. US yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan frekuensi 1 MHz, intensitas 0,5 W/cm2 diberikan dengan arus kontinyus selama 6 menit. US dapat mempercepat proses penyembuhan pada kerusakan jaringan dimana US lebih signifikan dalam mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan menggenggam, mengubah parameter elektrofisiologi saraf ke arah normal dibandingkan dengan terapi laser pada pasien CTS dengan keluhan ringan sampai sedang (Bakhtiary dan Rashidy, 2004 dikutip oleh Physical Care Therapy, 2009).
Adapun pengaruh pemberian US terhadap proses peradangan dan perbaikan jaringan pada pasien CTS adalah: (1) dapat mempercepat proses peradangan normal dengan meningkatkan produksi dan pelepasan wound-healing factors (faktor penyembuhan luka), (2) dapat meningkatkan proses sintesa protein dan meningkatkan permeabilitas membran sel sehingga menyebabkan lebih banyak jaringan kolagen yang terbentuk, (3) dapat memperbaiki ekstensibilitas jaringan kolagen (kemampuan otot untuk memanjang sehingga berukuran lebih panjang dari ukuran semula) yang telah terbentuk setelah proses peradangan, (4) dapat terjadi capillary hyperaemia (peningkatan kapiler darah) dengan pelepasan histamin yang akan membantu mengurangi pengaruh efek algogenic yang dihasilkan selama proses peradangan sehingga dapat mengurangi nyeri (Wadsworth, 1981 dikutip oleh Physical Care Therapy, 2009).
Selanjutnya, tindakan Fisioterapi yang lainnya adalah Mobilisasi Saraf. Neural Mobilization (Mobilisasi Saraf) adalah teknik manipulatif dimana jaringan saraf digerakkan dan diulurkan baik gerakan yang relatif terhadap sekitarnya (interface yang mekanis) atau dengan pengembangan ketegangan (Ashok, 2011). Mobilisasi jaringan saraf memiliki efek mekanis yang mempengaruhi dinamika pembuluh darah, meningkatkan kerja sistem transportasi aksonal dan jaringan ikat, meningkatkan aliran darah ke jaringan saraf, restorasi mekanika normal dari jaringan ikat sehingga mengurangi kemungkinan saraf yang terperangkap dalam jaringan ikat sekitarnya serta meningkatkan proses intraneural oleh perubahan tekanan dalam sistem saraf dan penyebaran dari edema intraneural (Ashok, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Wilgis dan Murphy di tahun 1986 terhadap 15 kadaver menunjukkan bahwa saraf medianus dan ulnaris bergerak longitudinal pada siku rata – rata 7,3 mm dan 9,8 mm, masing-masing dilakukan full fleksi dan esktensi dengan nilai 15,5 mm dan saraf ulnaris 14,8 mm mengindikasikan bahwa posisi-posisi dimana anggota gerak ditempatkan saat neural tension tests benar – benar memberikan regangan pada struktur saraf. Pada studi dengan tubuh hidup yang utuh kaliper digital digunakan untuk menguji gerakan saraf (nerve excursion) dan ukuran microstrain mengukur regangan ketika upper limb neural tension test dilakukan. Hasilnya menunjukkan bahwa tes median nerve tension menyebabkan regangan pada median nerve sebesar 7,6% dan tes ulnar-nerve tension test menyebabkan peregangan sebesar 2,1% pada ulnar nerve (Esktrom dan Holden, 2002 dikutip oleh Physical Care Therapy, 2009).
Oleh karena itulah, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aplikasi kegunaan dari kedua intervensi tersebut dan dapat membandingkan keduanya antara US dan Mobilisasi Saraf mana yang lebih efektif untuk diaplikasikan ke masyarakat dan khususnya pada pasien CTS.
B.       Rumusan Masalah
Adapun sesuai latar belakang diatas maka dapat diketahui rumusan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain: (1) Apakah ada pengaruh pemberian Ultrasound terhadap pengurangan nyeri pada pasien Carpal Tunnel Syndrome? (2) Apakah ada pengaruh pemberian Ultrasound dan Mobilisasi Saraf terhadap pengurangan nyeri pada pasien Carpal Tunnel Syndrome? (3) Apakah ada beda pengaruh antara Ultrasound dengan Ultrasound dan Mobilisasi Saraf terhadap pengurangan nyeri pada pasien Carpal Tunnel Syndrome? (4) Manakah yang lebih baik pengaruhnya antara pemberian Ultrasound dengan Ultrasound dan Mobilisasi Saraf terhadap pengurangan nyeri pada pasien Carpal Tunnel Syndrome?
C.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini antara lain : (1) Untuk mengetahui pengaruh pemberian Ultrasound terhadap pengurangan nyeri pada pasien Carpal Tunnel Syndrome. (2) Untuk mengetahui pengaruh pemberian Ultrasound dan Mobilisasi Saraf terhadap pengurangan nyeri pada pasien Carpal Tunnel Syndrome. (3) Untuk mengetahui beda pengaruh antara Ultrasound dengan Ultrasound dan Mobilisasi Saraf terhadap pengurangan nyeri pada pasien Carpal Tunnel Syndrome. (4) Untuk mengetahui mana yang lebih baik pengaruhnya antara pemberian Ultrasound dengan Ultrasound dan Mobilisasi Saraf terhadap pengurangan nyeri pada pasien Carpal Tunnel Syndrome.
D.      Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat ditinjau dari beberapa aspek, diantaranya: (1) Bagi peneliti dapat meningkatkan pemahaman tentang patologi CTS dan dapat mengetahui efektifitas intervensi Mobilisasi Saraf dalam mengurangi nyeri pada kasus CTS, (2) bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu Fisioterapi dan sebagai bahan penelitian selanjutnya, (3) bagi institusi pelayanan dan pasien CTS, menambah alternatif pemilihan jenis terapi yang efektif dan berkualitas.

1 komentar: