HUBUNGAN ANTARA BEROLAHRAGA TERATUR DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA
TINGKAT SATU FISIOTERAPI POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA ANGKATAN
2012-2013
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian
Persyaratan
Menyelesaikan Program
Pendidikan Diploma IV Fisioterapi
Diajukan oleh :
Istiazah
P 27226012039
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
TRANSFER
JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN
SURAKARTA
TAHUN 2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pribahasa yang berbunyi mens sana in corpore sano yang menyatakan
di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, sampai sekarang ini masih
banyak digunakan dalam penelitian mengenai olahraga, hubungan antara tubuh dan
jiwa juga diperkuat oleh pemberitaan diberbagai media mengenai olahraga dan
kebugaran fisik yang dapat melindungi kita dari stres dan bahaya yang
ditimbulkan terhadap kesehatan (Kremer dan Scully, 1994).
Stres merupakan suatu ketidakseimbangan
yang besar antara permintaan yang berupa fisik ataupun psikologis dengan
kemampuan respon di mana terjadinya kegagalan untuk memenuhi permintaan yang
memberi konsekuensi yang esensial. Stres dapat mengganggu kondisi fisik dan kesehatan
mental kita (Krohne, 2002).
Dewasa ini, stres diakui sebagai pembunuh nomor satu di dunia karena
stres diyakini sebagai akar penyakit. Menurut catatan The American Medical Association, stres adalah penyebab dasar dari
60 persen semua penyakit manusia dan komplikasinya (Syarifah, 2013).
Survei yang dilakukan oleh Widianingrum (2012) terhadap 221 mahasiswa
yang direkrut secara acak menunjukkan bahwa satu dari empat mahasiswa mengalami
tingkat stres sedang, sementara hampir 4 % menunjukkan tingkat burn-out yang tinggi. Sebanyak 12 % dari
217 responden mahasiswa dalam penelitian Anisah (2012) menunjukkan gejala kecemasan
yang cukup tinggi, dan sekitar 40 % dari 194 responden mahasiswa dalam
penelitian Pratiwi (2012) menunjukkan gejala-gejala depresi. Temuan
penelitian-penelitian lapangan ini sejalan dengan data pada layanan konsultasi
psikologi di Gadjah Mada Medical Center
(GMC). Menurut analisis yang dilakukan oleh Utami (2011), klien-klien yang
dilayani di GMC sebagian besar menunjukkan masalah-masalah terkait dengan
perasaan kurang bersemangat, tertekan, gangguan konsentrasi, perasaan bingung,
kesulitan tidur, putus asa, dan dorongan mengakhiri hidup, bahkan pada beberapa
kasus telah terjadi percobaan bunuh diri oleh mahasiswa (dalam Center for Public Mental Health UGM,
2012).
Mahasiswa baru merupakan status yang disandang oleh mahasiswa di tahun
pertama kuliahnya. Memasuki dunia kuliah merupakan suatu perubahan besar pada
hidup seseorang termasuk transisi dari seorang senior di Sekolah Menengah Atas (SMA)
menjadi mahasiswa baru di perguruan tinggi (Santrock, 2003 dalam Silalahi,
2010). Secara khusus Greenberg merangkum penyebab stres pada mahasiswa yang memasuki
perkuliahan setelah lulus dari SMA, yaitu perubahan gaya hidup, nilai, jumlah
mata kuliah yang diambil, masalah pertemanan, cinta, rasa malu, dan kecemburuan
(Silalahi, 2010). Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Towbes
& Cohen (1996) dalam Ross (1999) menyatakan bahwa mahasiswa tahun pertama
memiliki tingkat stres lebih tinggi dibandingkan mahasiswa lainnya, hal ini karena
mahasiswa tahun pertama harus menyesuaikan diri jauh dari rumah untuk pertama
kalinya, ingin memperoleh prestasi akademis yang tinggi, dan harus menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosial yang baru.
Bila dicermati secara mendalam, masalah-masalah kesehatan mental pada
mahasiswa bersumber pada aspek akademis maupun non-akademis, dan dari faktor
internal maupun eksternal mahasiswa. Masalah-masalah akademis terutama
disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan studi,
misalnya akibat salah memilih jurusan, metode pembelajaran yang berbeda dengan
SMA, cara dosen mengajar, tugas perkuliahan, masalah-masalah dalam pengerjaan
skripsi, dan kehawatiran terhadap karier dan masa depan. Permasalahan
non-akademis terutama berasal dari tekanan sosial yang dialami mahasiswa
sehari-hari seperti permasalahan yang terkait dengan keluarga, misalnya karena
tinggal terpisah dari keluarga, kondisi keuangan keluarga, riwayat pola
pengasuhan asuh dari orangtua, perbedaan prinsip dengan orangtua. Selain itu
masalah-masalah yang bersumber dari kehidupan di pondokan, hubungan pertemanan
dengan latar belakang sosial dan budaya yang berbeda, kesulitan adaptasi umum,
masalah dalam hubungan lawan jenis, serta masalah di dalam organisasi dan
kegiatan kemahasiswaan sering merupakan sumber permasalahan yang serius bagi
mahasiswa (Center for Public Mental
Health UGM, 2012).
Mencari cara untuk mengelola stres adalah bagian yang penting untuk
menjaga diri kita sendiri. Melakukan olahraga secara teratur untuk kebugaran
merupakan salah satu cara terbaik untuk mengurangi stres (Suryanto, 2011).
Beberapa studi telah menunjukkan aktivitas fisik dapat mengurangi insiden
dan tingkat keparahan gangguan mood stres yang terkait, termasuk ansietas dan
depresi (Greenwood & Fleshner, 2008). Temuan ini juga menunjukkan bahwa
olahraga memberi dampak protektif terhadap stres secara konsisten baik pada
olahraga jenis aerobik ataupun anaerobik (Greenwood & Fleshner, 2008). Efek
ini dikaitkan dengan meningkatnya neurotransmiter, khususnya serotonin dan
dopamin. Selain itu olahraga juga dapat meningkatkan sekresi opioid endogen
ataupun endorfin (Greenwood & Fleshner, 2008). Olahraga dapat menjadi
sumber yang berguna untuk memerangi efek kesehatan yang merugikan dari stres
(Castro, Wilcox O'Sullivan, Baumann, & King, 2002). Maka kebiasaan
berolahraga mampu mempengaruhi tingkat stres pada setiap individu dengan
mekanisme yang kompleks dan berbeda antara satu sama lain.
Berdasarkan
uraian tersebut diatas, penulis tertarik melakukan penelitian mengenai hubungan
antara berolahraga teratur dengan tingkat stres pada mahasiswa tingkat satu fisioterapi Politeknik Kementerian
Kesehatan Surakarta angkatan 2012-2013.
B.
Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini akan dilakukan terhadap
seluruh mahasiswa tingkat satu fisoterapi Politeknik Kementerian Kesehatan
Surakarta angkatan 2012-2013. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara berolahraga teratur dengan
tingkat stres.
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara berolahraga teratur dengan tingkat stres pada mahasiswa tingkat
satu fisioterapi Politeknik Kementerian Kesehatan Surakarta angkatan 2012-2013.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat
yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: (1) menambah pengetahuan
penulis tentang hubungan antara berolahraga teratur dengan tingkat stres pada
subyek sehat, (2) hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan
terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu Fisioterapi dan sebagai
bahan penelitian selanjutnya, (3) memberi wawasan dan informasi kepada pembaca
mengenai hubungan antara berolahraga teratur dengan tingkat stres.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar