PENGARUH SENAM KESEGARAN JASMANI (SKJ)
TERHADAP KOORDINASI MATA DAN KAKI PADA
ANAK USIA 8-9 TAHUN
SKRIPSI
Untuk
Memenuhi Sebagian Persyaratan
Menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma IV Fisioterapi
Diajukan
oleh :
Hyang
Purna Kalinggajati
P
27226012036
PROGRAM
STUDI DIPLOMA IV TRANSFER FISIOTERAPI
JURUSAN
FISIOTERAPI
POLITEKNIK
KESEHATAN SURAKARTA
2013
BAB IV
HASIL, ANALISIS,
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1.
Karakteristik subyek penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa dan siswi kelas 2 dan 3 SDN Gubeng
01 Surabaya yang masuk kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 46 siswa.
Tidak terdapat subyek yang drop out dikarenakan semua subyek yang masuk dalam
kriteria inklusi diberikan perlakuan senam kesegaran jasmani, dan kemudian
dievaluasi koordinasi mata dan kaki dengan menggunakan Soccer Wall Volley Test
a.
Karakteristik
subyek berdasarkan jenis kelamin
Hasil dari deskripsi analisis karakteristik subyek berdasarkan jenis kelamin
diketahui bahwa 46 siswa yang didominasi perempuan dengan jumlah 29 siswa (63 %),
sedangkan sisanya adalah siswa laki – laki yang berjumlah 17 siswa ( 37 %) . Hasil distribusi subyek penelitian berdasarkan
jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.1
TABEL 4.1
DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUBYEK
BERDASARKAN JENIS KELAMIN
Jenis Kelamin
|
Jumlah
|
%
|
Laki – laki
|
17
|
37 %
|
Perempuan
|
29
|
63 %
|
Total
|
46
|
100%
|
Sumber : data primer, 2013
b. Karaktertistik subyek berdasarkan usia
Hasil uji deskripsi analisis data diketahui bahwa subyek yang digunakan dalam
penelitian ini adalah siswa sekolah dasar gubeng kelas 2 dan
kelas 3 yang berada dalam rentang usia antara 8 – 9 tahun, usia yang didominasi pada subyek yang diteliti
adalah siswa yang berusia 9 tahun yaitu, sebesar 31 siswa (67,4 %), sisanya adalah siswa
yang berusia 8 tahun dengan jumlah 15 siswa (32,6 %). Hasil distribusi subyek penelitian berdasarkan usia
dapat dilihat pada tabel 4.2
TABEL 4.2
DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUBYEK
BERDASARKAN USIA
Usia
|
Jumlah
|
%
|
8
9
|
15
31
|
32,6
67,4
|
Jumlah
|
46
|
100
%
|
Sumber : data
primer, 2013
2.
Hasil pengukuran koordinasi mata dan
kaki sebelum perlakuan
Sebelum mendapatkan
perlakuan, subyek dilakukan pengukuran koordinasi mata dan kaki dengan
menggunakan Soccer Wall Volley Test. Hasil pengukuran ini digunakan sebagai data awal (pre test).
Hasil uji
deskripsi analisis data distribusi subyek penelitian menurut nilai koordinasi mata dan
kaki sebelum dilakukan senam kesegaran
jasmani didapatkan data nilai minimum 2, nilai maksimum 11, rerata 5,02 dan impangan
baku
2,275. Sebaran data nilai koordinasi mata dan kaki sebelum diberikan senam kesegaran jasmani dapat dilihat pada tabel
4.3
TABEL 4.3
SEBARAN DATA NILAI KOORDINASI MATA DAN KAKI
SEBELUM PERLAKUAN
Variabel
|
Hasil
|
Minimum
Maksimum
Rerata
Simpangan
Baku
|
2
11
5,02
2,275
|
Sumber :
data primer, 2013
3.
Hasil pengukuran koordinasi mata dan
kaki sesudah perlakuan
Berikut adalah data – data
deskripsi hasil pengukuran setelah diberikannya senam kesegaran jasmani 3 kali
dalam seminggu selama 6 minggu pada semua subyek penelitian. Hasil uji deskripsi analisis data distribusi subyek
penelitian menurut nilai koordinasi mata dan kaki sesudah dilakukan senam kesegaran jasmani didapatkan data nilai
minimum 3, nilai maksimum 17, rerata 7,76, dan simpangan
baku
3,192. Sebaran data nilai koordinasi mata dan kaki sesudah diberikan senam kesegaran jasmani dapat dilihat pada tabel
4.4
TABEL 4.4
SEBARAN DATA NILAI KOORDINASI MATA DAN KAKI
SESUDAH PERLAKUAN
Variabel
|
Hasil
|
Minimum
Maksimum
Rerata
Simpangan
Baku
|
3
17
7,76
3,192
|
Sumber : data primer, 2013
B.
Analisis data penelitian
1. Uji normalitas data
Sebelum dilakukan uji hipotesis,
maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Uji normalitas data dalam
penelitian ini menggunakan Shapiro
– Wilk karena subyek dalam
penelitian ini adalah < 50 orang, yaitu 46 siswa. Uji normalitas
data sebelum perlakuan diperoleh p = 0,001, hal ini
menunjukkan data berdistribusi tidak normal karena p
< 0,05 sedangkan uji normalitas setelah perlakuan yaitu p = 0,001, hal ini menunjukkan data berdistribusi tidak normal karena p < 0,05 dapat dilihat pada tabel 4.5
TABEL 4.5
UJI NORMALITAS DATA
|
Nilai P
|
Keterangan
|
Sebelum Perlakuan
|
0.001
|
Tidak Normal
|
Sesudah Perlakuan
|
0.001
|
Tidak Normal
|
Sumber : data primer, 2013
2.
Uji beda pengaruh
Uji beda pengaruh sebelum dan sesudah diberikan perlakuan senam kesegaran jasmani untuk mengetahui
apakah ada peningkatan koordinasi mata dan kaki semua subyek penelitian dengan menggunakan Wilcoxon. Hasil uji beda didapatkan koordinasi mata dan kaki nilai p = 0,000, yang berarti bahwa nilai p <
0,05, maka hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang
signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian senam kesegaran jasmani terhadap koordinasi
mata dan kaki pada semua subyek
penelitian.
C. Pembahasan
Menurut data statistik yang dikumpulkan dari biro statistik
dan organisasi – organisasi internasional salah satunya seperti PBB menyatakan
bahwa jumalh penduduk dunia kini mencapai 7.010.424.289 jiwa yang perbandingan
laki – laki dan perempuan sebanyak 1.000 : 987 jiwa yang terdiri dari usia di
bawah 15 tahun 1.000 : 948 jiwa, usia 15 – 64 tahun 1.000 : 976, dan usia
diatas 64 tahun 1.000 : 1.269 jiwa. Sedangkan di Indonesia sendiri jumlah
penduduknya mencapai 237.641.326 jiwa yang perbandingan laki – laki dan
perempuan sebanyak 1.000 : 986 jiwa yang terdiri dari usia di bawah 15 tahun
1.000 : 943 jiwa, usia 15 – 64 tahun 1.000 : 989 jiwa, dan usia diatas 64 tahun
1.000 : 1.235 jiwa
Olahraga
merupakan kebutuhan bagi semua orang. Karena dengan olahraga tidak
hanya menyehatkan saja, tetapi juga memberikan dampak positif yang banyak bagi
tubuh kita. Ada banyak jenis olahraga yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan koordinasi mata dan kaki salah satunya adalah dengan senam
kesegaran jasmani. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh senam kesegaran jasmani terhadap peningkataan koordinasi
mata dan kaki pada anak usia sekolah dasar kelas 2 dan kelas 3 pada SD Gubeng
01 Surabaya, dengan jumlah subyek penelitian adalah 46 siswa. Dimana subyek penelitian diberikan perlakuan senam
kesegaran jasmani selama 6 minggu, yaitu pada tanggal 16 febuari 2013 hingga 28
maret 2013 dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu dan dosis latihan terdiri
dari pemanasan 37 x 8 hitungan, inti 22 x 8 hitungan, dan pendinginan 20 x 8
hitungan. Sebelum dan sesudah perlakuan dilakuakan pre test dan post test dengan menggunakan
soccer wall volley test untuk menilai koordinasi mata dan kaki.
Pada usia 8-9 tahun ini perkembangan motorik anak
sudah mulai terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakan yang sudah selaras dengan
kebutuhan atau minatnya. Pada usia ini anak – anak cenderung kelebihan gerak
atau aktifitas motorik yang lincah sehingga perlu di bimbing agar koordinasi
anak semakin terarah nantinya ketika beranjak dewasa.
Koordinasi diukur melalui pola gerak keterampilan mencakup kemampuan mengontrol
tubuh, keseimbangan, kelincahan, dan fleksibilitas. Kemampuan koordinasi gerak
secara umum antara anak laki-laki dan perempuan tidak berbeda sampai umur 11
tahun. Perbedaannya, anak laki-laki lebih baik dalam aktivitas kekuatan dan
gerak kasar dengan melibatkan otot besar, perempuan lebih baik pada aktivitas
kecermatan (Budiman, 2001)
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rejo Wahyu (2011), dimana soccer
wall volley test memiliki
hubungan yang signifikan antara koordinasi mata dan kaki dengan kemampuan
menendang dan menggiring bola. Dan juga sejalan dengan penelitian Musrifah (2012), dimana senam
Indonesia sehat dapat meningkatkan kesegaran jasmani yang nantinya dipakai
dalam mengoptimalkan koordinasi anak.
Pada
usia ini kecepatan dan kehalusan aktifitas motorik pada anak meningkat. Untuk
menghasilkan kecepatan dan kehalusan aktifitas motorik maka anak perlu di
bimbing untuk menyelaraskannya dengan senam kesegaran jasmani. Diharapkan
nantinya kecepatan dan kehalusan tersebut dapat menjadi sebuah koordinasi yang
baik bagi anak sehingga dapat meningkatkan konsentrasi anak dan mengurangi
resiko cidera pada anak.
Hal
ini terbukti dari hasil penelitian uji beda pengaruh sebelum dan sesudah
diberikan pelakuan senam kesegaran jasmani untuk mengetahui apakah ada
peningkatan koordinasi mata dan kaki semua subyek penelitian dengan menggunakan
Wilcoxon. Hasil uji beda didapatkan koordinasi mata dan kaki nilai p =
0,000, yang berarti bahwa nilai p < 0,05, maka hasil ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah
pemberian senam kesegaran jasmani terhadap koordinasi mata dan kaki pada semua
subyek penelitian. Jadi senam kesegaran jasmani berpengaruh terhadap koordinasi
mata dan kaki pada anak usia 8 sampai 9 tahun.
Dalam
mengevaluasi kemampuan koordinasi mata dan kaki, peneliti menggunakan alat ukur
Soccer Wall Volley Test. Senam kesegaran jasmani dapat melatih koordinasi
mata dan kaki, dikarenakan saat melakukan senam terjadi harmonisasi antara
pikiran dan gerakan tubuh. Musik yang dipakai saat melakukan senam juga dapat
meningkatkan relaksasi bagi para pesertanya. Koordinasi yang terbentuk sangat
berguna dalam mempelajari teknik olahraga lainnya.
Menurut
Groso (2007) perkembangan koordinasi yang baik merupakan bagian yang komplek
dan berkembang melalui adanya spatial
awareness, yaitu kemampuan untuk memperkirakan jarak. Kemampuan untuk
memperkirakan jarak akan didapatkan melalui proses persepsi. Dimana proses
persepsi merupakan proses pemahaman atau pemberian makna atas suatu informasi
terhadpa stimulus yang didapatkan dari proses pengindraan terhadap suatu obyek,
peristiwa atau hubungan – hubungan antara gejala yang selanjutnya diproses
otak.
Adanya
stimulus yang masuk melalui system pengindraan, diteruskan oleh serabut saraf
sensoris menuju saraf pusat, yaitu medulla spinalis dan otak, kemudian terjadi
proses persepsi dan diteruskan melalui efektor kearah saraf somatik menuju
otak, maka terjadi peningkatan atau penurunan tonus serta kontraksi atau
relaksasi otot rangka, dimana tonus otot berperan dalam mempertahankan sikap
tubuh, yang dipengaruhi oleh system aktivasi retikuler oblongata, sedangkan
kontraksi otot ke arah gerakan yang lebih terampil dilakukan oleh korteks
cerebri bersama pusat motorik lainnya. Korteks motor primer merupakan pusat
tertinggi bertugas untuk mengendalikan kegiatan motorik, dimana dalam
pelaksanaannya dibantu oleh area disekitarnya, seperti supplementary motor area yang berperan dalam perencanaan gerak
serta area premotor yang lebih berperan dalam melakukan gerakan yang lebih
rumit, seperti perubahan arah posisi tubuh secara cepat dan tepat (Sudarsono,
2004).
D.
Kelemahan penelitian
Pada
penelitian ini terdapat kelemahan dalam penelitian adalah (1). Peneliti tidak dapat mengontrol aktivitas
dan lingkungan yang sangat mempengaruhi pada penelitian ini, (2). Tidak ada
kelompok kontrol sehingga tidak ada kelompok pembanding, (3). Pengaruh tumbuh kembang masih berpengaruh dalam
penelitian ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar